Bandung dan Berdamai dengan Diri Sendiri


Somewhere in Lembang



3 bulan pertama di tahun 2018 penuh dengan hari-hari berat yang mesti gue lewatin dengan kekuatan ekstra dan napas yang lebih panjang daripada biasanya.

3 bulan pertama gue di tahun 2018 benar-benar bikin gue ngos-ngosan dan entahlah, mungkin saat ini gue emang sedang ditempa habis-habisan oleh sang pemilik semesta.

Gue mengalami banyak momen-momen nggak terduga, gue banyak kehilangan orang-orang yang gue sayang, gue juga mulai bosan dengan pekerjaan yang gue rasa gitu-gitu aja, banyak yang resign juga memengaruhi psikis gue untuk ingin ikutan resign pula. Semuanya campur aduk jadi satu. Udah nggak bisa berkata-kata lagi gimana rasanya ngalamin itu semua.

Terlebih lagi ketika gue harus kehilangan sosok yang udah berhasil membuka hati gue lagi setelah sekian lama tapi kemudian pergi, dengan segala omong kosongnya yang bodohnya sempet gue percaya. Hancur? Absolutely yes. 

Dan gue menyadari 3 bulan pertama di tahun 2018 ini adalah masa-masa diri ini berada di titik paling terendah. I lost hope, I lost my self esteem, I feel I lost everything, feel unworthy and unloved. 




Semua beban yang gue rasain selama 3 bulan itu amat sangat memengaruhi psikis dan fisik gue. Gue jadi gampang capek, gampang melamun, gampang sedih, gampang mikir hal-hal negatif, overthinking, depresi, nyalahin bahkan menghakimi diri sendiri, gampang nangis, nggak bisa konsentrasi, makan nggak teratur, pekerjaan terganggu, gue nggak bisa memaafkan di saat salah satu sosok yang pergi itu meminta maaf ke gue lagi, dan ujung-ujungnya gue jadi nggak peduli sama diri sendiri bahkan lingkungan sekitar gue. 

Waktu semua permasalahan memuncak, gue ngejalanin hari kayak ogah-ogahan, bahkan kerjaan pun keteteran. Gue inget banget, pencapaian gue di bulan Februari kemarin adalah pencapaian gue yang paling buruk dan terendah sepanjang gue berkarier di tempat kerja yang sekarang.

Yes, untuk pertama kalinya gue berada di deretan terakhir dari pencapaian target yang diraih tiap individu dalam tim. Gue makin down, I am totally messed up, nggak ngerti lagi harus gimana, bahkan udah nggak kuasa lagi cerita ke sahabat-sahabat terdekat gue saking kacaunya. Kecuali sama satu orang yang memang ahli di bidangnya.

Bahkan sahabat-sahabat gue menyadari gue berubah, mereka seolah tidak melihat Bulan yang biasanya mereka lihat dan mengatakan,

'Sekuat-kuatnya kamu, kamu tetep punya masa di mana kamu bener-bener jatuh ya, Bul'. Dan itu lumayan menohok gue.


Instagram


Hingga pada akhirnya sadar, kalo gue nggak bisa gini terus, gue capek dengan segala kenegatifan yang menyelimuti gue selama 3 bulan itu, apalagi amat sangat mengganggu pekerjaan dan kesehatan gue. Bener-bener capek dan gue pengin sembuh. Gue pengin pulih.

Hingga pada akhirnya, gue memutuskan untuk menyendiri dan menjauh dari segala hiruk pikuk lingkungan gue. Gue mencoba berkomunikasi dengan diri gue sendiri dan mencari apa saja hal yang membuat gue kayak gini, mencari celah untuk memperbaiki diri sendiri dulu baru memperbaiki yang lainnya.

Dan gue juga menyadari, bahwa gue enggak hanya galau soal relationship gue yang berantakan, tapi gue baru tahu kalo diri ini sudah memasuki fase quarter life crisis. Fase kegalauan setiap umat yang memasuki usia 25 tahun. Soal fase itu bisa googling karena banyak penjelasannya di internet.

Di masa menyendiri itu, gue mencoba mengenal diri gue sendiri dan apa yang sedang gue alami ini, hingga akhirnya menyadari bahwa yang bisa gue lakukan sekarang adalah menerima. Iya, menerima semua yang terjadi pada gue. Karena gue nggak bisa kontrol itu semua dan ya emang itulah yang harus terjadi pada gue untuk menjadi sosok yang lebih dewasa di fase kehidupan kali ini.

Proses menyendiri gue semakin hakiki ketika ada kesempatan untuk pergi jauh dan berkumpul dengan keluarga gue untuk merayakan Paskah bersama selama 4 hari penuh.

Tahun ini, puji Tuhan gue merayakan Paskah di Bandung-Lembang, kota tempat mas gue tinggal sama anak dan istrinya. Mas gue pengin tahun ini kita semua berkumpul termasuk mama yang tinggal di Semarang sendirian dan mbak gue yang juga merantau di Jakarta.

Gue seneng, karena akhirnya kita bisa berkumpul secara komplit setelah beberapa kali Paskah dan Natal kita nggak pernah bisa kumpul komplit karena kesibukkan masing-masing.

Yaudah, gue memanfaatkan momen ini untuk mencoba berdamai dengan diri gue sendiri terlebih dahulu. Berharap perjalanan kali ini bisa menyembuhkan hati dan diri gue secara perlahan. Dan tentu saja gue enggak menceritakan apapun soal apapun pergumulan yang sedang gue hadapi ke keluarga gue. Gue hanya tidak mau membuat mereka khawatir dan kepikiran. Terutama Mama.

Kontrakan mas gue di Lembang, tapi juga beberapa kali ke Bandung untuk sekadar main dan jalan-jalan. Dan selama 4 hari itu, gue bener-bener memfokuskan diri gue buat keluarga dan diri sendiri.

Pemandangan favorit selama di Bandung-Lembang


Menikmati kebersamaan yang jarang banget terjadi dengan nggak banyak main medsos ketika sedang kumpul sama mereka. Kita pergi ke banyak tempat, tapi gue nggak banyak foto-foto karena sering nyimpen handphone untuk bener-bener mendapatkan waktu yang berkualitas bareng keluarga gue.

Gue IG story sekadarnya, paling kalo lagi pengin aja dan nggak terlalu nunjukkin ke mana aja gue pergi selama di Bandung dan Lembang. Gue IG story kalo lagi sendiri atau momen-momen tertentu. Dan it works, gue bener-bener menikmati waktu gue bersama keluarga gue.

Hati gue mulai tenang, beban pikiran juga perlahan berkurang, pelan-pelan gue ngerasa badan ini ringan, semuanya kayak pelan-pelan pergi dari gue. Apalagi Lembang itu tempatnya dingin kan ya, wah di situ gue bener-bener bisa menghela napas yang enak banget, jauh dari hiruk pikuk kota, masih asri, nggak ada komputer, kerjaan, dan gedung-gedung tinggi. Bener-bener menjernihkan pikiran dan hati banget.

Yang menenangkan..

Gue juga ngobrol banyak sama mas gue soal pekerjaan dan di sini nasihat-nasihatnya juga menyadarkan gue untuk bersyukur dengan pekerjaan yang gue punya sekarang. Dan dia juga yang meyakinkan gue untuk bertahan di sana sedikit lebih lama lagi, dan gue mengiyakannya. Gue sadar, keinginan resign gue itu memang cuma emosi sesaat yang tanpa dipikirkan matang-matang terlebih dahulu.

Dan puncak kelegaan gue itu ketika menjalani masa Tri Hari Suci menjelang Paskah, mulai dari Kamis Putih, Jumat Agung, dan Vigili Paskah. Entah kenapa gue nangis parah pas misa Kamis Putih dan Jumat Agung. Selain karena kotbah Romo saat itu yang menyentil, di tengah ibadah, gue seolah diingatkan lagi dengan apapun yang udah gue alami dan lewati 3 bulan yang lalu.

Dan gue menangis, bener-bener nggak bisa nahan air mata dan gue berusaha banget untuk tidak menunjukkan itu di depan keluarga gue.

Sebuah momen yang jarang terjadi...


Gue menangis karena saat itu seolah gue dipaksa untuk merasakan lagi sakit dan luka terhadap apapun yang udah gue alami selama 3 bulan yang lalu, bener-bener keinget semua secara detail. Gue seolah dipaksa lagi untuk melihat apa yang udah gue alami 3 bulan yang lalu. Orang-orang yang pergi, orang-orang yang menyakiti gue secara sadar maupun enggak, kenangan-kenangan baik maupun buruk bersama mereka, semuanya itu kembali lagi memenuhi otak dan ingatan gue.

Tapi setelah selesai mengingat itu semua, entah kenapa hati gue jadi lega dan bisa dikatakan gue.......ikhlas.

Iya, gue ngerasa ikhlas udah mengalami hal itu semua, yang udah terjadi di 3 bulan yang lalu itu. Hati gue terasa lapang seolah udah nggak ada beban yang selama ini bener-bener bikin hidup gue berat. Entah kenapa, semuanya hilang begitu aja saat itu.

Setelah misa itu, gue masih terus berpikir dan akhirnya gue menyadari, bahwa emang apa yang harus gue lakukan untuk menyembuhkan diri ini adalah, menerima semuanya. Menerima semua apa yang pernah terjadi. Menerima luka dan sakit yang tergores. Menerima kepergian orang-orang yang gue sayang. Menerima atau lebih tepatnya bersyukur dengan pekerjaan yang gue punya sekarang.

Gue sadar selama ini gue masih selalu denial. Gue masih menolak perubahan yang terjadi. Gue belum bisa menerima apa yang nggak gue suka terjadi di kehidupan gue. Gue belum bisa menangani badai yang datang di 'rumah' gue. Gue belum sekuat yang sahabat-sahabat gue bilang. Gue belum bisa berdamai dengan dan memaafkan diri sendiri. Gue menolak dan memberontak.

Line


Dan hal yang gue sadari lainnya adalah, selama ini gue terlalu memikirkan orang lain, gue terlalu berusaha untuk menyenangkan dan membahagiakan mereka, gue terlalu memberikan hati gue buat mereka.

Tanpa gue memikirkan diri gue sendiri, tanpa gue membuat diri ini bahagia dan bahkan gue juga enggak menyayangi diri sendiri.

Padahal ada satu sahabat gue yang bilang,

'Orang lain nggak akan bisa menyayangi kamu, Bul, sebelum kamu menyayangi dirimu sendiri,' dan pesan itu seketika langsung terngiang dan melekat di kepala.

Instagram


Di Bandung-Lembang, gue menyadari semua kesalahan gue yang nggak disangka merusak diri gue sendiri. Ternyata selama ini gue udah lupa untuk memerhatikan dan menyayangi diri gue sendiri.

Di Bandung-Lembang, gue menyadari bahwa masih punya keluarga yang luar biasa, Mama yang tangguh dan dua kakak yang juga begitu kuat dengan kehidupan mereka masing-masing. Nggak hanya itu, gue juga menyadari bahwa gue masih punya sahabat-sahabat dan orang-orang yang sayang sama gue. Ada di antara mereka yang mengenal gue tahunan, dan kembali membuat gue mengingat kata-kata dari salah satu sahabat gue lagi,

'Udahlah, lagian lu masih punya gue, dan teman-teman yang mengenal lu lebih dari 5 tahun kan? Mereka yang kenal lu kayak gimana, jangan khawatir dengan penilaian satu orang yang baru kenal lu beberapa bulan, meskipun saat ini lu sayang banget sama dia,'


Instagram



Di Bandung-Lembang gue menyadari banyak hal yang sebelumnya nggak terpikirkan. Dan seolah itu semua menjawab keresahan gue selama 3 bulan ini. 

Di Bandung-Lembang, gue melepaskan segala beban, gue perlahan bisa memaafkan diri gue sendiri, gue udah menyiapkan hati yang baru untuk menghadapi hari-hari gue ke depannya, gue meninggalkan segala hal buruk yang menggelayut di diri gue di sana.

Dan yang terpenting, gue juga akhirnya udah bisa memaafkan dia yang menancapkan luka paling dalam *anjis bahasa gue*, gue udah bener-bener ikhlas dengan apa yang terjadi di antara kita berdua di masa lalu. Toh, dulu kita sama-sama pernah saling membahagiakan dan pada awalnya kita kenal baik-baik.


Mungkin untuk sekarang, gue sementara ini hanya nggak mau berkomunikasi dengannya dulu, cukup memaafkannya tanpa memberitahunya langsung, tanpa bilang 'hello there, aku udah maafin kamu'. 

Instagram


Gue hanya nggak mau baper lagi, gue hanya nggak mau menggagalkan proses move on gue darinya, dan yang paling penting, gue sebenarnya juga belum siap dengan respon atau jawabannya kalau gue mencoba menghubunginya lagi, gue nggak siap mendapatkan tanggapan yang nggak sesuai dengan ekspektasi gue. 

Karena gue juga sadar, gue sempat ngerasa jahat banget ketika dia mencoba merendahkan hatinya untuk meminta maaf, gue sadar dan tahu banget jawaban gue saat itu benar-benar jahat dan nggak dewasa sama sekali. Gue sadar dan tahu, harusnya saat itu gue menghargai usahanya dan bukan menyudutkannya. Karena meminta maaf pun adalah hal yang sulit untuk dilakukan.

Dan juga, buat gue, melupakan seseorang yang berarti buat gue bukan hal yang mudah, melepaskan perasaan kepada seseorang yang disayangi bukan perkara yang singkat. Kenangan itu masih melekat, dan mungkin selamanya gue nggak bisa melupakannya.

Bisa dikatakan perasaan gue saat ini kayak quotes di bawah ini.



Untuk saat ini gue cuma mau fokus sama diri sendiri dan kembali menyayangi dan menghargai jiwa serta raga yang sudah dikarunia Tuhan ini.

Gue nggak peduli kalau dia masih menilai gue jahat, too much words, bullshit, atau apapun itulah, it's okay. Gue terima konsekuensinya. Toh, gue nggak sebaik yang terlihat dan juga nggak sejahat yang terbesit di hati orang.

Toh, yang dia mau dari gue adalah memaafkan dia dari hati yang paling dalam agar hidupnya sekarang bisa lebih tenang, bukan hal-hal lainnya. And I did it, as he wish. Dan semoga setelah gue memaafkannya dari sini, hidupnya benar-benar lebih tenang dan bisa bahagia seperti yang seharusnya.

Mungkin gue akan menghubunginya lagi suatu saat nanti, entah kapan gue siap, atau bahkan tidak sama sekali.

Setidaknya untuk saat ini, gue berterima kasih dan bersyukur kepada pemilik semesta, bahwa diri ini masih boleh mengalami badai seperti ini.

Masih boleh belajar memahami orang dan yang terpenting adalah memahami diri sendiri.

Memahami bagaimana kehidupan ini berjalan.

Memahami bahwa di kehidupan ini tidak ada yang abadi dan ada yang tidak bisa dipaksakan.

Memahami bahwa segala sesuatunya terjadi untuk alasan yang baik.

Memahami bahwa rencana kita berbeda dengan rencana Tuhan.

Belajar menerima apapun, dari yang menyenangkan sampai yang mengecewakan.

Belajar mengikhlaskan sesuatu yang dari awal bukan miliknya karena manusia memang tidak pernah memiliki apapun di dunia ini.

Dan masih banyak pelajaran lainnya yang gue dapet dari pergumulan selama 3 bulan kemarin.

Terima kasih, Zat Mulia, kini Engkau memperbaharui diri ini lagi, memperbaharui hati, pikiran dan jiwa yang ada.

Terima kasih, Zat Mulia, kini hamba-Mu lebih siap lagi menjalani hari-hari baru dan jalan hidup yang sudah Engkau siapkan.

Dan terima kasih Bandung-Lembang, sudah menjadi tempat gue membuang segala energi buruk, negatif, dan kebencian di sana.

Kini gue mau melanjutkan hidup lagi, melanjutkan proses move on, mensyukuri yang gue punya sekarang ini, dan kembali lagi fokus kepada pekerjaan yang awalnya pengin gue tinggalkan.

Dan ini kayaknya jawaban dari Tuhan juga soal kebosanan gue di pekerjaan. Selepas dari Bandung, gue mendadak dipindah ke jobdesk baru yang membuat gue harus beradaptasi lagi dengan cara kerja dan tugas-tugas baru. Dalam setahun gue udah 3 kali pindah jobdesk dan terus beradaptasi dengan segala bentuk pekerjaan. Gils, kurang dimutasi ke luar kota aja sih ini yang belum.

Tapi seenggaknya, hal ini bikin gue bersyukur juga, karena ada yang bilang, kalau gue dipindah-pindah gini, berarti gue dipercaya penuh oleh atasan gue. Dan yang terpenting, ada hal baru yang bisa gue pelajari sehingga bisa menekan rasa bosan gue.

Dan juga jobdesk baru ini juga menahan gue untuk resign, soalnya gue udah janji sama editor gue untuk tidak keluar dalam waktu dekat ini ketika akan dipindah ke jobdesk baru ini. Dan menahan gue untuk resign, karena gue juga mau membuktikan kalau gue bisa diletakkan di posisi manapun. Gue bisa bekerja dengan baik dan menjadi yang terbaik di manapun. Jadi untuk sementara ini, gue akan bertahan lebih lama di sini...

Setelah ini, gue nggak tahu apa yang akan terjadi ke depannya untuk hidup gue. Yang jelas, sekarang gue udah jauh lebih tenang dari sebelumnya dan siap dengan segala hal yang Tuhan persiapkan untuk gue.

Gue serahin semuanya dalam nama-Nya, apapun itu, jodoh, kesehatan, rezeki, pekerjaan, teman-teman yang mengelilingi gue, biar Tuhan yang atur.

Gue cuma mau hidup gue bahagia,

Sekali lagi, terima kasih Zat Mulia, sang Pemilik Semesta yang Esa.

Hamba-Mu siap menjalani hidup yang lebih baik lagi. :)

Terima kasih, Bandung...



Surakarta, 7 April 2018.




Komentar

  1. Puk puk, Mbak Bulan. Aku juga kemarin ngrasain yg kamu rasa apalagi fase quarter life crisis itu. Nangis iya, marah, campur aduk. Dan memang obatnya itu berdamai dg diri sendiri, menghargai pribadi kita dan buat diri kita bahagia. Tetap kuat yaaa

    BalasHapus
  2. Mbak itu pemandangan pegunungannya bagus banget. Aku dulu memang nggak ngalamin quarter life crisis, malah ngalaminnya usia 27 an gitu pas jadi ibu. Sumpah, lebih berat daripada ngejomblo:(. Suatu saat nanti masa-masa single ini akan kalian rindukan. Gapai impian setinggi-tingginya sekarang, jadi nanti pas berkeluarga udah nggak banyak maunya kayak aku. Hoho

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huahaha malah salfok ke foto pemandangan.

      Iyayak, mungkin sekarang ini aku harus menikmati kejombloan ini dulu kali ya. :))

      Hapus
  3. Semangat Mbak

    Semangat semangat

    Terkadang saat kita ada di masa-masa sulit kita memerlukan jalan-jalan dan udara segar agar lebih mudah berdamai dengan situasi.

    Semangat

    BalasHapus
  4. Iyap, stay positif mbak, anggap setiap hari adalah challenge. Mengenai keluarga tadi jadi inget lagu soundtrack "Keluarga Cemara" : "Harta yang paling indah, adalah keluarga ~~~" :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, setiap hari adalah challenge, ih aku suka kata-kata itu. :)

      Hapus
  5. Semangat Mbak Bulan. Memang ada masa2nya kita ada di rumah dan alhamdulillah sekarang Mbak Bulan bisa bangkit lagi. Cara yg Mbak Bulan lakukan sudah tepat yaitu berkumpul bersama keluarga dan mengeluarkannya untuk mengeluarkan unek2 yang ada di hati. Semoga moving on nya berhasil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak Kak Rindang, amin semoga aku bisa segera move on. :)

      Hapus
  6. duh saya pernah merasakan hal yg sama
    berasa sendiri
    tapi akhirnya keluarga adalah tempat kembali
    keluarga adalah tempat yg paling nyaman
    semoga semangat lagi

    BalasHapus
  7. Wah, Kak Bulan. Aku juga sepertinya menjalani quarter life crisis ini, i feel like what you have felt, so i can truly relate to it. Semoga kelak kita semua bisa bangkit dari apa yang kurang-kurang yah. Amin!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, emang kayaknya di umur-umur kita ini quarter life crisis hadir. Semoga kita bisa bangkit dari fase-fase ini yaak. Aamin.

      Hapus
  8. memang ikhlas adalah hal terbaik untuk apapun. melepas untuk mendapatkan yang lebih baik. semoga apa yang sudah terjadi menjadi cerita berharga. Tetap semangat mbak :)

    BalasHapus
  9. Selalu semangat ya kak Bulan. Semoga apa yang diirimu alami dapat menjadi oelajaran berharga dan menjadikanmu semakin dewasa

    BalasHapus
  10. Semangat Mbak Bulan 💪😊. Bener banget kata temannya, cintai dulu diri sendiri mbak. Dan semoga semuanya bisa dijadikan pelajaran dan akan dikenang dengan senyuman.

    BalasHapus

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan kata-kata yang baik, maka gue juga akan menanggapinya dengan baik. Terima kasih sudah membaca postingan gue dan blogwalking di sini. Terima kasih juga sudah berkomentar. Have a great day, guys! Godblessya!

Postingan Populer