Random Thoughts

Yak, mengawali postingan pertama di tahun 2018 dengan tulisan random hasil dari pikiran yang berkecamuk dan ditulis di sela-sela bekerja karena kepala rasanya sudah mau meledak karena pikiran-pikiran yang ada.

Ditambah saya bete karena headset saya, yang notabene adalah benda terpenting untuk menjauh dan mengacuhkan dunia rusak dan saya terganggu dengan suara-suara lain yang masuk ke telinga dan pikiran saya.

Saya menulis, karena ini cara terbaik saya untuk meluapkan apa yang saya rasakan. Saya payah soal berbicara, bercerita langsung menjelaskan semuanya. 

Melalui tulisanlah saya bebas berekspresi dan mengungkapkan segala sesuatunya secara detail dan merinci. 

Saya bukan pencerita yang baik, itu sebabnya saya lebih suka bercerita melalui tulisan.

Mungkin, itu sebabnya saya lebih suka menjadi pendengar bagi banyak orang dan tidak pernah bisa bercerita seterbuka mungkin kepada siapapun. 

Setiap bercerita, tenggorokan seolah tercekat dan tidak bisa lagi melanjutkan kalimatnya.

Biasanya saya menuliskan keresahan saya di blog ini >> The Fragment of Life, blog yang dikelola bersama sahabat terbaik saya. 

Namun, saya lupa password dan email-nya, terlebih sudah tidak diurus karena kesibukan kami masing-masing.

Okay, apa pikiran yang kali ini mengganggu saya?



Sebenarnya, pikiran ini sudah melekat di kepala saya hampir 11 tahun lamanya dan kini muncul kembali.

Intinya, pikiran ini menyadarkan saya bahwa hidup itu tidak adil. 

Yes, tidak adil. Kamu membacanya secara benar. 

Saya sadar, di saat orangtua saya memiliki hubungan yang baik dan hidup yang bahagia, mereka dipisahkan oleh maut. 

Sementara itu, hingga sedewasa ini, saya mendapatkan banyak cerita dari orang-orang terdekat saya yang ternyata memiliki hubungan cukup tidak baik dengan orangtua mereka.

Begitu juga antara orangtua mereka itu sendiri.

Pikiran jahat ini langsung muncul, kenapa ayah saya yang begitu baik dan sepenuh hatinya mencintai istri dan anak-anaknya begitu cepat dipanggil yang Maha Kuasa? 

Mengapa tidak orang lain saja yang Tuhan panggil? 

Orang-orang yang tidak menghargai hubungan keluarga?

Orang-orang yang saling membenci anggota keluarganya sendiri?

Orang-orang yang tanpa sadar menjadi racun bagi orang yang dicintai dan mencintainya?

Orang-orang yang membiarkan hidupnya hancur bersama sosok-sosok yang dicintai dan mencintainya?

Kenapa harus keluarga saya? Dalam kasus ini, ayah saya yang begitu luar biasa sudah dipanggil lebih dulu? 

Ayah saya hebat, ayah saya sosok panutan terbaik, ayah saya laki-laki yang setia. 

Saya mencintai ayah saya. Sangat. Sampai detik ini, kenangan tentangnya nggak terhapus begitu saja. 

Sampai detik ini, rindu yang teramat sangat tetap selalu untuknya. 

Sampai detik ini, beliau adalah sosok pria terbaik yang bisa saya cintai dan tidak pernah ada yang akan bisa menggantikannya.

Ayah saya adalah gambaran jodoh yang saya inginkan nantinya. 

Beliau adalah satu-satunya pria yang tidak pernah menyakiti saya sekalipun. 

Membuat saya menangis pun itu saat ia pergi dari sisi saya selama-lamanya, selebihnya ia selalu membuat saya merasa menjadi anak perempuan yang memiliki ayah terbaik di dunia.

Begitu juga sebaliknya, ibu saya adalah ibu terbaik yang pernah saya punya. 

Di mata saya, kedua orangtua saya ini sungguh sempurna dalam menjalankan perannya.

Tidak ada celah di antara keduanya, mereka membangun keluarga yang indah dan luar biasa. 

Mereka penuh kasih kepada kami anak-anaknya. Mereka benar-benar yang terbaik.

Hingga akhirnya, keduanya pun dipisahkan, bukan karena kemauan mereka, namun karena takdir. 

Mereka dipisahkan di saat kami bertumbuh bersama sebagai keluarga. 

Mereka dipisahkan di saat kami saling membutuhkan dan tidak akan bisa bahkan rela jika saling dipisahkan.

Di saat keluarga kami semakin kuat dan saling mengasihi satu dengan yang lainnya.

Wow, adilkah hal ini? Sangat tidak bagi saya yang amat sangat mencintai keluarga saya yang erat dan menyenangkan ini.

Setelah hampir 11 tahun kepergiannya, saya tidak pernah berhenti bertanya soal ini. Mungkin saya kesal, ya saya akui hal itu. 

Saya kesal, karena saya merasa banyak orang yang tidak pantas mendapatkan apa yang mereka punya sekarang.

Sementara, saya harus kehilangan hal terbaik itu di kehidupan saya. Ya, saya kesal.

Mungkin sampai kapanpun saya akan terus menanyakan hal ini, dan mungkin memang tidak ada jawabannya, karena saya juga sudah pernah menuliskan hal yang sama di sini >> FRAGMENT 3

Ah, mungkin ini hanya sedikit racauan hati saya yang sedang merindukan pelukan dan senyuman Papa yang menenangkan itu.

Hai, Pa. Apa kabar di sanaaaaaa? 

Komentar

Postingan Populer