Sedikit Cerita Wawancara dengan Norman Camarru
Hari Kamis, tanggal 18 September 2014 kemarin, gue mendapat tugas dari reporter pembimbing gue untuk ikut liputan di Apartemen Kalibata City. Pertamanya gue enggak tahu kita mau bikin liputan apa sampe reporter pembimbing gue itu menjelaskan materi apa yang akan kita buat dan liput. Ternyata kita bakal ngeliput tentang Norman Camarru yang sekarang heboh beralih profesi dari artis jadi tukang bubur. Agak bingung juga dapet materi ini dari Producer Excecutive, karena biasanya tv swasta tempat gue magang ini nggak pernah membahas materi yang menyangkut keartisan gitu, ini tv swasta berita yang nggak punya acara infotainment kayak tv swasta lainnya. Tumben-tumbenan aja bakal membahas hal yang lain selain kriminal, korupsi, dan politik.
Karena cukup menarik, makanya gue pengen sharing di sini liputan gue tentang Norman Camarru yang sekarang ini beralih profesi jadi tukang bubur dan menghebohkan banyak pihak dengan profesi yang dia geluti sekarang ini. Dan nggak sedikit juga banyak yang memandang sinis, nyinyir, mengejek, menghina, pekerjaan Norman Camarru ini. Nyinyiran yang paling banyak gue dapati ketika riset materi ini adalah, Norman Camarru cuma seorang artis dadakan/ instant yang gagal. Selain itu juga banyak nyinyiran "Ya gitu itu kalo jadi artis sesaat. Terkenalnya juga sesaat doang abis itu ilang deh, nasibnya malah jadi ngenes". Yup, kurang lebih pendapat-pendapat negatif yang kayak gitulah yang paling banyak gue dapati.
Berhubung pekerjaan Norman Camarru yang sekarang ini mendapatakan banyak komentar negatif, maka liputan kita kali ini akan mengangkat sisi-sisi yang positif dari pekerjaan Norman Camarru ini, jadi kita nggak ikut-ikutan nyinyir kayak media lain gitu. Kita berusaha untuk mengupas sisi lain dari keputusan Norman Camarru yang beralih profesi jadi tukang bubur itu. Dan tentunya di sini gue pengen sharing berdasarkan kacamata gue ya, berdasarkan pendapat dan kenyataan yang gue lihat dengan mata kepala gue sendiri. Karena jujur aja, ketika gue terjun langsung ke lapangan dan bertemu Norman Camarrunya langsung, segala hal negatif yang sebelumnya udah gue riset itu hilang seketika. Ternyata, apa yang kita bayangkan dan lihat dari media itu beda banget sama yang aslinya lho. Dan pekerjaan Norman Camarru ini sebenernya nggak patut untuk dinyinyirin. Catet, enggak perlu dinyinyirin, karena ada cerita dibalik keputusannya Norman Camarru ini.
Jadi, mulailah kita liputan sejak Kamis, 18 September 2014. Satu tim liputan itu ada 4 orang termasuk gue. Ada reporter pembimbing gue, cameraman, driver, dan gue reporter magang. Tempat yang akan kita tuju pertama kali saat itu adalah tempat Norman Camarru berjualan bubur. Tepatnya di Kalibata City Tower Herbras. Begitu kita berempat sampe di sana, kita berekpsektasi kali Norman Camarru itu jualannya bubur-bubur ayam gerobak gitu, karena ada media online yang mengatakan Norman Camarru jualannya pake gerobak. Dan ternyata salah, Norman Camarru enggak jualan pake gerobak, di Kalibata City Tower Herbras itu, Norman Camarru punya kedai kecil, satu petak gitulah kayak ruko-ruko kebanyakan. Nama kedainya J&J Caffe. Kedai kecil yang bernuansakan warna biru dan saat kita dateng itu lumayan banyak pengunjung yang makan di situ.
Dan ternyata, Norman Camarru ini nggak cuma jualan bubur, dan buburnya bukan bubur ayam. Bubur yang dijual di kedainya Norman Camarru ini bubur khas Manado dan tersedia makanan-makanan khas Manado lainnya kayak Mie Cakalang, Ayam Woku, Ayam Rica-rica. Menu-menu khas Manado biasanya disediakan dari pagi sampe sore hari, sedangkan malam harinya, menu yang disediakan adalah roti bakar, mie ceplok, Chicken Wings. Untuk minumannya, tersedia minuman-minuman botol, ada kopi juga, ada teh tarik, dan susu kaleng.
Pertama kali yang kita lakukan ketika sampe adalah langsung mencari Norman Camarru. Karena kita berencana untuk mewawancarai dia. Dan, gotcha! begitu kita sampe di kedainya, kita langsung ketemu Norman Camarru beserta istrinya. Tapi sayang, ternyata Norman sudah ada jadwal syuting di beberapa stasiun tv dan enggak bisa melakukan wawancara dengan kita. Yaudah deh, kita atur jadwal lagi sama Normannya dan ternyata dari hari Jumat-Minggu, jadwal Norman full dengan undangan-undangan syuting dari stasiun tv lainnya. Terpaksa deh kita mundurin jadwal wawancara sampe hari Senin.
Kita salah perhitungan, karena kita ngiranya Norman Camarru itu jadwalnya selo, eh ternyata sama aja sibuknya kayak kebanyakan artis yang jadwalnya padat harus syuting di sana-sini. Udah terlanjur sampe di kedainya Norman Camarru dan nggak dapet jatah wawancara sama dia, kita mulai deh nyepik-nyepik ke anggota keluarganya yang lain, siapa tahu kita juga dapet info dari orang-orang terdekatnya Norman Camarru. Dan di sana kita ketemu sama yang namanya Ajay Fernando yang adalah asistennya Norman. Dia cerita kalo Norman memang lagi banyak jadwal syuting di berbagai stasiun tv dan tentunya semua membahas tentang profesi Norman yang sekarang ini. Lumayan lama ngobrol sama Ajay, kita ketemu sama Mbak Annisa, manajernya Norman Camarru. Kalo Mbak Annisa ini ngobrol banyaknya sama reporter pembimbing gue dan lebih banyaknya nanya-nanya tentang jadwalnya Norman, kapan selonya biar bisa kita wawancarai. Habis itu, kita ngobrol lagi deh sama kakak ipar Norman, gue lupa namanya siapa. Nah dari situ, kita mulai menggali info-info tentang kedainya Norman. Jelas dong, nggak afdol kalo kita dateng ke kedainya tanpa mencicipi apa-apa, akhirnya kita berempat berinisiatif untuk mencoba bubur khas Manadonya itu yang kata kebanyakan orang rasanya enak. Karena waktu itu kita datang sudah siang, ternyata bubur khas Manadonya abis dan belom masak lagi. Ah, sayang banget deh, padahal pengen banget nyoba itu bubur khas Manadonya Norman Camarru. Makan bubur nggak jadi, kita pun beralih untuk mencicipi makanan khas Manadonya, dan waktu itu gue mencoba Ayam Woku. Gue manusia yang nggak suka dan nggak bisa makan makanan pedes pun harus berjuang ngabisin satu porsi Ayam Woku tersebut yang pedesnya nauzubillah bangetlah. Tapi enak kok makanannya, not bad-lah. Hihi.
Yaudah deh, hari Kamis itu kita nggak dapet wawancaranya sama Norman Camarru, kita cuma dapet gambar kedai dan suasananya, dapet juga gambar Norman Camarru masak bubur sebentar sih. Lumayan udah dapet gambar-gambar buat kepentingan acara kita nanti. Setelah dapet gambar-gambar tersebut kita langsung pulang ke kantor deh.
Liputan dilanjut pada hari Senin, 22 September 2014. Sebelum berangkat kantor, seperti biasa kita rapat evaluasi dulu yang biasanya memang diadakan di hari Senin. Rapat dari pukul 10:00-12:00. Setelah rapat selesai, makan siang sebentar lalu mempersiapkan segala keperluan untuk liputan siang itu. Request mobil untuk mengantar kita liputan, menghubungi lagi Campers (Camera Person) yang akan membantu liputan kita hari itu dan narasumber yang akan kita liput. Setelah semuanya siap, kira pukul 13:30 kita berangkat dari kantor. Rencana hari Senin itu adalah kita mau mewawancarai Norman Camarru. Dan Puji Tuhan, kali ini Norman Camarrunya bisa diwawancarai. Meluncurlah kita ke Apartemen Kalibata City.
Begitu sampe di kedainya, kita langsung ketemu lagi sama Norman Camarrunya dan disambut dengan hangat dan ramah. Karena waktu nyampe sana suasana kedai lagi rame, kita berempat pun dipersilahkan untuk duduk dulu karena Norman Camarrunya mau melayani tamu-tamu yang datang terlebih dulu dan memasak bubur khas Manado lagi karena persediaan sudah mau habis. Baiklah, kita menunggu dan karena kemarin hari Kamis kita belum mencoba bubur khas Manadonya, akhirnya kita pesen lagi deh bubur khas Manadonya itu, untung masih cukup untuk berempat karena buburnya pun sudah mau habis lagi saking larisnya. Kesampean juga deh nyobain bubur khas Manadonya Norman Camarru. Tapi sayangnya, gue enggak sempet ambil foto bubur khas Manadonya, guys. Berhubung waktu itu gue udah laper dan ngebet banget pengen nyobain gimana rasanya bubur khas Manado dari Norman Camarru ini jadi enggak sempet ambil foto deh. Hehehe. Eh, ternyata enak buburnya, sama enaknya dengan bubur khas Manado buatan tetangga gue yang asli orang Manado juga, pantes aja bubur ini laris, kirain kan larisnya gara-gara yang jualan Norman Camarru gitu kan yak? Hehehe.
Okay, setelah makan dan menunggu beberapa menit, akhirnya Norman Camarru siap untuk diwawancarai. Ah, ini dia yang ditunggu-tunggu, coy! Haha. Yang mewawancarai tentu masih reporter pembimbing, tapi gue tetep bikin pertanyaan ke reporter pembimbing gue, jadi yang ngomong reporter pembimbing sedangkan gue mendampinginya di samping sambil dengerin hasil wawancara yang didapet nanti buat bahan preview di kantor kalo liputan udah selesai. Nah, saat wawancara inilah gue mendapati banyak cerita dari Norman Camarru yang mungkin nggak diketahui banyak publik sebelumnya. Jadi, kedai yang dirintis sama Norman Camarru sekarang ini, sudah berjalan selama 3 bulan, dan sebenernya selama 3 bulan itu kedai milik Norman Camarru ini jauh dari sorotan media dan Norman Camarru juga enggak 'nyari muka' untuk usahanya ini di depan media. Jadi, kalo pendapat tentang Norman Camarru yang bikin kedai cuma sekedar sensasi yang pengen mendongkrak ketenarannya lagi itu salah. Kedai yang selama 3 bulan kemarin nggak dikenal masyarakat luas akhirnya diketahui oleh salah satu reporter dari sebuah media yang secara enggak sengaja menemukan kedai milik Norman Camarru ini, melihat kesempatan itu diangkatlah berita tentang kedai dan profesi baru Norman Camarru ini yang akhirnya menyebar ke media lain dan menjadi pembahasan hangat selama bulan September kemarin.
Selain itu, dia mendirikan kedai ini tuh tujuannya ya cuma buat survive di Jakarta, sekali lagi, bukan karena mencari sensasi ya. Dia memilih hidup di Jakarta dan dia harus bertahan untuk bisa terus tinggal di kota besar ini. Mengingat kontraknya dia menjadi artis sudah diputus, jadi cara dia untuk survive ya ini, bikin kedai makanan yang menyajikan masakan-masakan khas Manado. Alasannya dia membuka kedai ini adalah, karena dia dan istri suka memasak, apalagi istrinya asli orang Manado yang terkenal dengan masakan-masakan khasnya yang enak, dari kesempatan inilah mereka berpikiran untuk membuka kedai makanan khas Manado untuk menyambung hidup mereka di Jakarta.
Berlanjut ketika kita nanya tentang pendapat Norman Camarru dan istrinya tentang tanggapan banyak orang tentang profesi barunya Norman Camarru ini. Tentunya tanggapan-tanggapan masyarakat yang negatif ya, yang cenderung nyinyir dan nge-judge gitu. Dan mereka pun menjawabnya dengan santai. Mereka merasa nggak perlu ambil pusing dengan tanggapan negatif banyak orang, apalagi yang sampe merendahkan profesi Norman Camarru sekarang ini. Toh, pekerjaannya saat ini halal, legal, dan tidak mengganggu siapapun. Masalah modal pun, Norman Camarru mengumpulkannya sendiri hasil dari dia menabung uangnya tanpa meminta pertolongan pada orang lain. Ah, gue jadi mikir, bener juga yak. Kenapa orang-orang mesti repot nge-judge selagi apa yang dikerjakannya sekarang ini masih halal dan nggak merugikan siapapun.Ya, kan?
Setelah kelar wawancara sama Norman Camarru, kita mewawancarai istrinya sebentar yang kurang lebih sama lah dengan pendapatnya Norman Camarru. Setelah itu, kita ambil gambar kesehariannya Norman Camarru di dalam apartemen pribadinya. Satu tim masuk tuh ke dalem apartemen keluarganya Norman Camarru, nggak terlalu luas sih, tapi lumayan nyamanlah untuk ditinggali. Setelah urusan dengan Norman Camarru kelar, hari pun sudah semakin malam, kita pun bergegas ke narasumber berikutnya, pengamat sosial yang akan memberi pendapat tentang fenomena Norman Camarru sekarang ini. Seorang dosen UI sih, tapi gue lupa siapa namanya. Hehehe. Abis dari Apartemen Kalibata City, kita langsung cus ke Kampus UI di Depok. Waktu itu jam menunjukkan udah pukul 19:00 tuh, dalem hati gue udah ketar-ketir juga, bakal pulang ke kantor malem banget ini. Sampe di UI Depok sekitar pukul 20:00 malem dan jujur aja gue bengong ngeliat kampus UI yang guedeeeeenya nggak kira-kira. Yah, maklumlah gue wong ndeso yang kampusnya kecil seuprit. Bener-bener bengong sama kagumlah liat suasana kampus UI tuh. Keren banget kampusnya, coy.
Langsung deh, kita temui narasumber pengamat sosial kita itu, kita mau tanya tentang pendapat seorang pengamat sih tentang pengalaman yang dialami Norman Camarru ini. Dan pendapat yang kita dapet Puji Tuhan positif, ya memang apa yang dikerjakan Norman Camarru ini kan positif dan nggak merugikan siapa pun, jadi apa salahnya dia sekarang ini berjualan bubur khas Manado. Toh, dia berjualan kayak gitu kan buat dirinya sendiri juga, untuk menghidupi keluarganya. Setelah semua pertanyaan terjawab, langsung deh kita pamitan pulang. Karena emang udah larut malem banget di Depok, belom perjalanan pulangnya ke Jakarta Timur yang jauh, belom macetnya Jakarta ya asoy bangetlah. Untung narasumbernya baik dan bisa disepik-sepik buat wawancara kilat. Kita wawancara sekitar 30 menitan. Kalo sama narasumber lain bisa lebih dari itu tuh. Semua kelar, wawancara dan gambar-gambar yang diinginkan udah dapet semua, langsung cus pulang!
Dan kita nyampe kantor pukul......23:00! Hahaha. Gue anak magang tapi berasa udah jadi reporter tetap di sana, jam kerjanya sama kayak reporter-reporter investigasi senior yang nggak menentu. Begitu sampe kantor, seharusnya gue bantu dan nemenin reporter gue bikin naskah sekaligus editing gambar, tapi berhubung kakak gue tahu gue jam segitu belom pulang, dia langsung khawatir dan langsung nge-Whatsapp gue suruh pulang. Sempet bingung juga gimana gue pulangnya, kan TransJakarta udah nggak ada kalo udah pukul 23:00 gitu. Akhirnya, dibantuin reporter pembimbing dan Producer Excecutive gue, gue dianterin balik sama driver kantor. Hihi. Anak magang yang ngerepotin dah gue ini. Tapi ya gimana dong, jam segitu TransJakarta udah nggak ada, kakak gue juga nggak bisa nganter pulang karena ada liputan di luar kota. Yaudah, dianterin driver kantor deh sampe kos-kosan. Puji Tuhan, liputan hari itu kelar dan kata reporter pembimbing gue editing baru kelar sekitar pukul 05:00. Bloody hell....hahaha. Eh iya, maaf yak nggak bisa kasih banyak foto. Karena di liputan ini gue emang sengaja nggak ambil banyak foto karena gue fokus sama liputan dan wawacara-wawancara yang ada. Kalo habis liputan nyampe kantor terus ditanyain Excecutive Producer gue nggak bisa jawab apa-apa kan berabe, kan. Dan enggak sempet selfie juga sama Norman Camarrunya, eh ya, bukan nggak sempet deng, cuma nggak tertarik aja. Coba yang gue wawancara Denny Sumargo, beda cerita deh. MUAHAHAHA. #abaikan #reportermacamapaini.
Yap, jadi kira-kira gitu deh sedikit cerita tentang salah satu liputan yang gue ikutin. Menyenangkan banget dan gue dapet banyak pengalaman dan ilmu. Dan dari liputan Norman Camarru ini, gue juga belajar untuk nggak gampang nge-judge orang dari luar tanpa tahu apa alesan orang ambil keputusan tersebut. Gue belajar, kalo hidup itu kayak roda berputar, kadang kita bisa aja ada di atas, kadang juga bisa ada di bawah. Gue belajar, apapun tindakan baik yang kita lakukan, pasti ada aja orang yang nggak suka sama diri kita ini, sebaik apa pun lah kita ini, pasti ada aja yang nyinyirin kita, that's life. Banyaklah pelajaran yang gue dapet, nggak cuma dari liputannya Norman Camarru ini aja sih. Next time, kalo gue ada liputan yang seru lagi, gue bakal sharing lagi di sini yak. Semoga sharing-an gue kali ini bermanfaat buat siapa pun yang membacanya, ya. Mungkin ada yang pernah nyinyir sama Norman Camarru berubah jadi mengerti keadaannya setelah baca postingan gue ini.
Okay, gue akhiri postingan gue di sini. Yang mau berpendapat, komentar, comment box terbuka untuk kalian semua!
Sebagai penutup......
Thank you for reading and Godblessyou all!
Picture by : My Documents
Karena cukup menarik, makanya gue pengen sharing di sini liputan gue tentang Norman Camarru yang sekarang ini beralih profesi jadi tukang bubur dan menghebohkan banyak pihak dengan profesi yang dia geluti sekarang ini. Dan nggak sedikit juga banyak yang memandang sinis, nyinyir, mengejek, menghina, pekerjaan Norman Camarru ini. Nyinyiran yang paling banyak gue dapati ketika riset materi ini adalah, Norman Camarru cuma seorang artis dadakan/ instant yang gagal. Selain itu juga banyak nyinyiran "Ya gitu itu kalo jadi artis sesaat. Terkenalnya juga sesaat doang abis itu ilang deh, nasibnya malah jadi ngenes". Yup, kurang lebih pendapat-pendapat negatif yang kayak gitulah yang paling banyak gue dapati.
Berhubung pekerjaan Norman Camarru yang sekarang ini mendapatakan banyak komentar negatif, maka liputan kita kali ini akan mengangkat sisi-sisi yang positif dari pekerjaan Norman Camarru ini, jadi kita nggak ikut-ikutan nyinyir kayak media lain gitu. Kita berusaha untuk mengupas sisi lain dari keputusan Norman Camarru yang beralih profesi jadi tukang bubur itu. Dan tentunya di sini gue pengen sharing berdasarkan kacamata gue ya, berdasarkan pendapat dan kenyataan yang gue lihat dengan mata kepala gue sendiri. Karena jujur aja, ketika gue terjun langsung ke lapangan dan bertemu Norman Camarrunya langsung, segala hal negatif yang sebelumnya udah gue riset itu hilang seketika. Ternyata, apa yang kita bayangkan dan lihat dari media itu beda banget sama yang aslinya lho. Dan pekerjaan Norman Camarru ini sebenernya nggak patut untuk dinyinyirin. Catet, enggak perlu dinyinyirin, karena ada cerita dibalik keputusannya Norman Camarru ini.
Jadi, mulailah kita liputan sejak Kamis, 18 September 2014. Satu tim liputan itu ada 4 orang termasuk gue. Ada reporter pembimbing gue, cameraman, driver, dan gue reporter magang. Tempat yang akan kita tuju pertama kali saat itu adalah tempat Norman Camarru berjualan bubur. Tepatnya di Kalibata City Tower Herbras. Begitu kita berempat sampe di sana, kita berekpsektasi kali Norman Camarru itu jualannya bubur-bubur ayam gerobak gitu, karena ada media online yang mengatakan Norman Camarru jualannya pake gerobak. Dan ternyata salah, Norman Camarru enggak jualan pake gerobak, di Kalibata City Tower Herbras itu, Norman Camarru punya kedai kecil, satu petak gitulah kayak ruko-ruko kebanyakan. Nama kedainya J&J Caffe. Kedai kecil yang bernuansakan warna biru dan saat kita dateng itu lumayan banyak pengunjung yang makan di situ.
Nih, kayak gini nih kedainya Norman Camarru. |
Dan ternyata, Norman Camarru ini nggak cuma jualan bubur, dan buburnya bukan bubur ayam. Bubur yang dijual di kedainya Norman Camarru ini bubur khas Manado dan tersedia makanan-makanan khas Manado lainnya kayak Mie Cakalang, Ayam Woku, Ayam Rica-rica. Menu-menu khas Manado biasanya disediakan dari pagi sampe sore hari, sedangkan malam harinya, menu yang disediakan adalah roti bakar, mie ceplok, Chicken Wings. Untuk minumannya, tersedia minuman-minuman botol, ada kopi juga, ada teh tarik, dan susu kaleng.
Pertama kali yang kita lakukan ketika sampe adalah langsung mencari Norman Camarru. Karena kita berencana untuk mewawancarai dia. Dan, gotcha! begitu kita sampe di kedainya, kita langsung ketemu Norman Camarru beserta istrinya. Tapi sayang, ternyata Norman sudah ada jadwal syuting di beberapa stasiun tv dan enggak bisa melakukan wawancara dengan kita. Yaudah deh, kita atur jadwal lagi sama Normannya dan ternyata dari hari Jumat-Minggu, jadwal Norman full dengan undangan-undangan syuting dari stasiun tv lainnya. Terpaksa deh kita mundurin jadwal wawancara sampe hari Senin.
Kita salah perhitungan, karena kita ngiranya Norman Camarru itu jadwalnya selo, eh ternyata sama aja sibuknya kayak kebanyakan artis yang jadwalnya padat harus syuting di sana-sini. Udah terlanjur sampe di kedainya Norman Camarru dan nggak dapet jatah wawancara sama dia, kita mulai deh nyepik-nyepik ke anggota keluarganya yang lain, siapa tahu kita juga dapet info dari orang-orang terdekatnya Norman Camarru. Dan di sana kita ketemu sama yang namanya Ajay Fernando yang adalah asistennya Norman. Dia cerita kalo Norman memang lagi banyak jadwal syuting di berbagai stasiun tv dan tentunya semua membahas tentang profesi Norman yang sekarang ini. Lumayan lama ngobrol sama Ajay, kita ketemu sama Mbak Annisa, manajernya Norman Camarru. Kalo Mbak Annisa ini ngobrol banyaknya sama reporter pembimbing gue dan lebih banyaknya nanya-nanya tentang jadwalnya Norman, kapan selonya biar bisa kita wawancarai. Habis itu, kita ngobrol lagi deh sama kakak ipar Norman, gue lupa namanya siapa. Nah dari situ, kita mulai menggali info-info tentang kedainya Norman. Jelas dong, nggak afdol kalo kita dateng ke kedainya tanpa mencicipi apa-apa, akhirnya kita berempat berinisiatif untuk mencoba bubur khas Manadonya itu yang kata kebanyakan orang rasanya enak. Karena waktu itu kita datang sudah siang, ternyata bubur khas Manadonya abis dan belom masak lagi. Ah, sayang banget deh, padahal pengen banget nyoba itu bubur khas Manadonya Norman Camarru. Makan bubur nggak jadi, kita pun beralih untuk mencicipi makanan khas Manadonya, dan waktu itu gue mencoba Ayam Woku. Gue manusia yang nggak suka dan nggak bisa makan makanan pedes pun harus berjuang ngabisin satu porsi Ayam Woku tersebut yang pedesnya nauzubillah bangetlah. Tapi enak kok makanannya, not bad-lah. Hihi.
Yaudah deh, hari Kamis itu kita nggak dapet wawancaranya sama Norman Camarru, kita cuma dapet gambar kedai dan suasananya, dapet juga gambar Norman Camarru masak bubur sebentar sih. Lumayan udah dapet gambar-gambar buat kepentingan acara kita nanti. Setelah dapet gambar-gambar tersebut kita langsung pulang ke kantor deh.
Liputan dilanjut pada hari Senin, 22 September 2014. Sebelum berangkat kantor, seperti biasa kita rapat evaluasi dulu yang biasanya memang diadakan di hari Senin. Rapat dari pukul 10:00-12:00. Setelah rapat selesai, makan siang sebentar lalu mempersiapkan segala keperluan untuk liputan siang itu. Request mobil untuk mengantar kita liputan, menghubungi lagi Campers (Camera Person) yang akan membantu liputan kita hari itu dan narasumber yang akan kita liput. Setelah semuanya siap, kira pukul 13:30 kita berangkat dari kantor. Rencana hari Senin itu adalah kita mau mewawancarai Norman Camarru. Dan Puji Tuhan, kali ini Norman Camarrunya bisa diwawancarai. Meluncurlah kita ke Apartemen Kalibata City.
J&J Cafe & Coffe |
Okay, setelah makan dan menunggu beberapa menit, akhirnya Norman Camarru siap untuk diwawancarai. Ah, ini dia yang ditunggu-tunggu, coy! Haha. Yang mewawancarai tentu masih reporter pembimbing, tapi gue tetep bikin pertanyaan ke reporter pembimbing gue, jadi yang ngomong reporter pembimbing sedangkan gue mendampinginya di samping sambil dengerin hasil wawancara yang didapet nanti buat bahan preview di kantor kalo liputan udah selesai. Nah, saat wawancara inilah gue mendapati banyak cerita dari Norman Camarru yang mungkin nggak diketahui banyak publik sebelumnya. Jadi, kedai yang dirintis sama Norman Camarru sekarang ini, sudah berjalan selama 3 bulan, dan sebenernya selama 3 bulan itu kedai milik Norman Camarru ini jauh dari sorotan media dan Norman Camarru juga enggak 'nyari muka' untuk usahanya ini di depan media. Jadi, kalo pendapat tentang Norman Camarru yang bikin kedai cuma sekedar sensasi yang pengen mendongkrak ketenarannya lagi itu salah. Kedai yang selama 3 bulan kemarin nggak dikenal masyarakat luas akhirnya diketahui oleh salah satu reporter dari sebuah media yang secara enggak sengaja menemukan kedai milik Norman Camarru ini, melihat kesempatan itu diangkatlah berita tentang kedai dan profesi baru Norman Camarru ini yang akhirnya menyebar ke media lain dan menjadi pembahasan hangat selama bulan September kemarin.
Selain itu, dia mendirikan kedai ini tuh tujuannya ya cuma buat survive di Jakarta, sekali lagi, bukan karena mencari sensasi ya. Dia memilih hidup di Jakarta dan dia harus bertahan untuk bisa terus tinggal di kota besar ini. Mengingat kontraknya dia menjadi artis sudah diputus, jadi cara dia untuk survive ya ini, bikin kedai makanan yang menyajikan masakan-masakan khas Manado. Alasannya dia membuka kedai ini adalah, karena dia dan istri suka memasak, apalagi istrinya asli orang Manado yang terkenal dengan masakan-masakan khasnya yang enak, dari kesempatan inilah mereka berpikiran untuk membuka kedai makanan khas Manado untuk menyambung hidup mereka di Jakarta.
Berlanjut ketika kita nanya tentang pendapat Norman Camarru dan istrinya tentang tanggapan banyak orang tentang profesi barunya Norman Camarru ini. Tentunya tanggapan-tanggapan masyarakat yang negatif ya, yang cenderung nyinyir dan nge-judge gitu. Dan mereka pun menjawabnya dengan santai. Mereka merasa nggak perlu ambil pusing dengan tanggapan negatif banyak orang, apalagi yang sampe merendahkan profesi Norman Camarru sekarang ini. Toh, pekerjaannya saat ini halal, legal, dan tidak mengganggu siapapun. Masalah modal pun, Norman Camarru mengumpulkannya sendiri hasil dari dia menabung uangnya tanpa meminta pertolongan pada orang lain. Ah, gue jadi mikir, bener juga yak. Kenapa orang-orang mesti repot nge-judge selagi apa yang dikerjakannya sekarang ini masih halal dan nggak merugikan siapapun.Ya, kan?
Setelah kelar wawancara sama Norman Camarru, kita mewawancarai istrinya sebentar yang kurang lebih sama lah dengan pendapatnya Norman Camarru. Setelah itu, kita ambil gambar kesehariannya Norman Camarru di dalam apartemen pribadinya. Satu tim masuk tuh ke dalem apartemen keluarganya Norman Camarru, nggak terlalu luas sih, tapi lumayan nyamanlah untuk ditinggali. Setelah urusan dengan Norman Camarru kelar, hari pun sudah semakin malam, kita pun bergegas ke narasumber berikutnya, pengamat sosial yang akan memberi pendapat tentang fenomena Norman Camarru sekarang ini. Seorang dosen UI sih, tapi gue lupa siapa namanya. Hehehe. Abis dari Apartemen Kalibata City, kita langsung cus ke Kampus UI di Depok. Waktu itu jam menunjukkan udah pukul 19:00 tuh, dalem hati gue udah ketar-ketir juga, bakal pulang ke kantor malem banget ini. Sampe di UI Depok sekitar pukul 20:00 malem dan jujur aja gue bengong ngeliat kampus UI yang guedeeeeenya nggak kira-kira. Yah, maklumlah gue wong ndeso yang kampusnya kecil seuprit. Bener-bener bengong sama kagumlah liat suasana kampus UI tuh. Keren banget kampusnya, coy.
Langsung deh, kita temui narasumber pengamat sosial kita itu, kita mau tanya tentang pendapat seorang pengamat sih tentang pengalaman yang dialami Norman Camarru ini. Dan pendapat yang kita dapet Puji Tuhan positif, ya memang apa yang dikerjakan Norman Camarru ini kan positif dan nggak merugikan siapa pun, jadi apa salahnya dia sekarang ini berjualan bubur khas Manado. Toh, dia berjualan kayak gitu kan buat dirinya sendiri juga, untuk menghidupi keluarganya. Setelah semua pertanyaan terjawab, langsung deh kita pamitan pulang. Karena emang udah larut malem banget di Depok, belom perjalanan pulangnya ke Jakarta Timur yang jauh, belom macetnya Jakarta ya asoy bangetlah. Untung narasumbernya baik dan bisa disepik-sepik buat wawancara kilat. Kita wawancara sekitar 30 menitan. Kalo sama narasumber lain bisa lebih dari itu tuh. Semua kelar, wawancara dan gambar-gambar yang diinginkan udah dapet semua, langsung cus pulang!
Dan kita nyampe kantor pukul......23:00! Hahaha. Gue anak magang tapi berasa udah jadi reporter tetap di sana, jam kerjanya sama kayak reporter-reporter investigasi senior yang nggak menentu. Begitu sampe kantor, seharusnya gue bantu dan nemenin reporter gue bikin naskah sekaligus editing gambar, tapi berhubung kakak gue tahu gue jam segitu belom pulang, dia langsung khawatir dan langsung nge-Whatsapp gue suruh pulang. Sempet bingung juga gimana gue pulangnya, kan TransJakarta udah nggak ada kalo udah pukul 23:00 gitu. Akhirnya, dibantuin reporter pembimbing dan Producer Excecutive gue, gue dianterin balik sama driver kantor. Hihi. Anak magang yang ngerepotin dah gue ini. Tapi ya gimana dong, jam segitu TransJakarta udah nggak ada, kakak gue juga nggak bisa nganter pulang karena ada liputan di luar kota. Yaudah, dianterin driver kantor deh sampe kos-kosan. Puji Tuhan, liputan hari itu kelar dan kata reporter pembimbing gue editing baru kelar sekitar pukul 05:00. Bloody hell....hahaha. Eh iya, maaf yak nggak bisa kasih banyak foto. Karena di liputan ini gue emang sengaja nggak ambil banyak foto karena gue fokus sama liputan dan wawacara-wawancara yang ada. Kalo habis liputan nyampe kantor terus ditanyain Excecutive Producer gue nggak bisa jawab apa-apa kan berabe, kan. Dan enggak sempet selfie juga sama Norman Camarrunya, eh ya, bukan nggak sempet deng, cuma nggak tertarik aja. Coba yang gue wawancara Denny Sumargo, beda cerita deh. MUAHAHAHA. #abaikan #reportermacamapaini.
Yap, jadi kira-kira gitu deh sedikit cerita tentang salah satu liputan yang gue ikutin. Menyenangkan banget dan gue dapet banyak pengalaman dan ilmu. Dan dari liputan Norman Camarru ini, gue juga belajar untuk nggak gampang nge-judge orang dari luar tanpa tahu apa alesan orang ambil keputusan tersebut. Gue belajar, kalo hidup itu kayak roda berputar, kadang kita bisa aja ada di atas, kadang juga bisa ada di bawah. Gue belajar, apapun tindakan baik yang kita lakukan, pasti ada aja orang yang nggak suka sama diri kita ini, sebaik apa pun lah kita ini, pasti ada aja yang nyinyirin kita, that's life. Banyaklah pelajaran yang gue dapet, nggak cuma dari liputannya Norman Camarru ini aja sih. Next time, kalo gue ada liputan yang seru lagi, gue bakal sharing lagi di sini yak. Semoga sharing-an gue kali ini bermanfaat buat siapa pun yang membacanya, ya. Mungkin ada yang pernah nyinyir sama Norman Camarru berubah jadi mengerti keadaannya setelah baca postingan gue ini.
Okay, gue akhiri postingan gue di sini. Yang mau berpendapat, komentar, comment box terbuka untuk kalian semua!
Sebagai penutup......
Nama gue ada di layar tipiiiiii! |
Thank you for reading and Godblessyou all!
Picture by : My Documents
Saya heran sama yang nyinyir dengan profesi Noorman Kamaru sekarang. Di mata saya dia survivor, gagal jadi polisi dan artis kemudian bertahan dengan berwirausaha. Apa yang salah coba? hidup kan nggak melulu soal sukses, jika sekali, dua kali gagal belum tentu ketiga kalinya gagal lagi. Siapa tahu setelah ini dia sukses jadi wirausahawan bubur manado. Punya banyak cabang dan membuka lapangan pekerjaan. Pilihan hidup berdagang itu tidak layak dinyinyirin. Salam kenal Mba Bulan
BalasHapusIya begitulah manusia sekarang ini suka meniai dari luarnya dulu, mbak. Lebih baik jadi manusia yg selalu positif, kita jgn ikut2an yg suka negatif thingking itu. :))
HapusSalam kenal juga Mbak Ety :)
Slalu bnci ama org yg hobinya nyinyirin org lain.kyk dirinya kbgsan aja -_-
BalasHapusApa yg dilakuin norman bukti kalo dia bukan tipe malas ato yg nyari sensasi lah..drpd trkenalnya cuma gara2 rebutin pacara org ato korupsi ya kan....
Dan baca ini aku jd pgn cobain bubur menadonya jg mba... Secara ya aku suka pedes bgt :)
Haha iya tuh, entahlah masih banyak orang yang kayak begitu ya. Hidup orang selalu dinyinyirin. :))
HapusIya, dia bikin restoran itu juga buat usahanya dia biar nggak tergantung sama orang lain. Hahaha. Cobain aja mbak, enak kok bubur Manadonya, dateng aja ke kedainya di Apartemen Kalibata, Tower Herbras. :))