Cerita di Gunung Prau
Pada tanggal 17-18
September 2015 yang lalu, gue bareng sahabat-sahabat gue melakukan trip lagi, kali ini kami ke Gunung Prau,
Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Ini trip udah
hampir sebulan yang lalu tapi baru mau gue ceritain sekarang karena
kemarin-kemarin gue lagi mager maksimal buat ngetik-ngetik apalagi nge-blog.
Jadi baru sekarang deh gue bisa berbagi ceritanya di blog gue ini, semoga nggak
basi aja deh ceritanya, yak. Heuheu.
Untuk trip ke Gunung Prau kali ini, personil
yang ikut nggak sebanyak kayak pas trip ke
Bukit Sikunir atau pas ke Gunung Andong, kali ini gue cuma berempat. Ada Eres,
Tiya, dan Hanafi cowoknya Eres. Sebenarnya udah banyak teman-teman lain yang
kita ajak, sih, cuma akhirnya berguguran H-7 keberangkatan, yaudah deh berempat
aja kita berangkat ke Dieng, toh ini rencana nge-trip udah kita atur sebulan yang lalu, kan bakal kecewa banget kan
kalo sampe gagal rencana kita ini cuma gara-gara yang ikut sedikit. Hup hup.
Yaudah deh cuma
berempat aja yang berangkat dengan cowoknya cuma Hanafi, sedangkan tiga lainnya
adalah cewek-cewek mengaku strong.
Tanggal 17 September 2015 itu hari Kamis, kami bertiga pun bolos kuliah dan
Hanafi ambil libur cuti dari pekerjaannya di Jakarta, sedangkan hari Jumatnya,
kami bertiga nggak ada jadwal kuliah. Jadi yaudah deh, Kamis pagi bukannya
kuliah, tapi kami berkumpul di rumahnya Eres untuk mempersiapkan keberangkatan
kami menuju Dieng. Pukul 08:00 kami berempat sudah berkumpul bersama dan
ternyata Eres dan Hanafi masih perlu mempersiapkan barang bawaan yang belum
tertata di dalam tasnya masing-masing. Yaudah deh, karena masih pagi banget,
gue dan Tiya jadi berleha-leha nyantai dulu di rumahnya Eres sambil menunggu
pasangan ini menyiapkan barangnya masing-masing. Barang-barang bawaan kami ya
seperti biasa kami bawa kalo nge-trip ke
gunung, seperti tenda, sleeping bag, matras,
baju hangat lebih, topi, kupluk, senter, bekal makanan, air mineral 1 liter,
kompor portable, dan barang-barang
kecil tapi penting lainnya yang biasa kami bawa.
Akhirnya baru pukul
10:30, Eres dan Hanafi baru benar-benar selesai dengan persiapan barang
bawaannya . Setelah mereka selesai dengan persiapannya, kami pun langsung
berangkat ke Dieng, naik motor seperti biasa, Eres membonceng Hanafi dan Tiya
membonceng gue. Dan trip kali ini
menjadi debut pertama gue mengendarai motor ke luar kota Semarang, karena
biasanya kalo kita nge-trip kan
selalu dibonceng sama temen-temen cowok, berhubung berangkatnya cuma berempat
dan cowoknya cuma satu, ya harus berani mengendarai motor sendiri ya, kan? Gue
seneng sih, soalnya emang udah lama banget pengin nyoba mengendarai ke luar
kota gitu, jadi yaaa ke Dieng kemarin itu bener-bener jadi pengalaman pertama
gue, deh.
Perjalanan ke Dieng
memakan waktu selama 4 jam dan Puji Tuhan, kami berempat selamat sampai di
tempat tujuan kami, basecamp pendakian
Gunung Prau. Nggak ada kendala yang berarti di perjalanan dan akhirnya gue
ngerasain yang namanya mengendarai motor ke luar kota dan ternyata menyenangkan
nggak secapek yang gue bayangkan, cuma paling kadang-kadang jiwa pembalap gue
keluar, jadi kumat rusuhnya pas mengendarai motor dan bikin Tiya yang gue
boncengin olah raga jantung, nyalip truk, bis, dengan kekuatan
nekat-udah-hajar-aja-ikutin-feeling-lo-pasti-bisa-Bul,
ngelewatin jalan yang berbelok-belok, naik-turun, bertikungan tajam, jalanan
sempit, semuanya berhasil gue lewatin dan aman-aman aja, Puji Tuhan amat
sangatlah udah dilindungi sedemikian rupanya. Cuma ada kejadian yang epic aja yang gue dan Tiya alami. Jadi
ceritanya waktu udah sampe di daerah Dieng, motor gue yang udah duluan di depan
motornya Hanafi, memilih untuk menunggu agar mereka nggak ketinggalan. Tanpa
gue sadari, ternyata Tiya turun dari motor sambil nunggu Hanafi dan Eres
nongol. Waktu itu gue nunggu, motor gue matiin dan gue asyik merhatiin jalan
biar langsung sigap kalo Hanafi udah muncul. Nggak lama, kira-kira 10 menit,
Hanafi dan Eres pun muncul, gue dengan cekatan langsung starter motor lagi dan bersiap-siap menarik gas. Gue mulai jalan
dan semuanya baik-baik saja, tapi semua itu berubah begitu gue ngeliat ada
orang lari-lari ngejar gue dari spion motor, gue cuma nanya dalam hati..
“Itu siapa di dataran
tinggi lari-lari…”
Itu yang terbesit di
kepala gue sampe gue perhatiin benar-benar siapa yang sebenarnya orang yang
kurang kerjaan lari-lari di dataran tinggi. Dan, ternyata itu Tiya. Huahahaha.
Gue benar-benar nggak nyadar kalo dia turun dari motor waktu nungguin Hanafi
dan dengan sukses hampir gue tinggalin dia seorang diri di dataran
tinggi Dieng. Yaudah, gue yang nyadar kalo yang lari-lari itu Tiya, gue
langsung berhenti, penginnya biarin dia lari sampe tempat tujuan kami biar dia
kurusan, tapi ternyata gue nggak sejahat itu, makanya gue langsung berhenti dan
menyambutnya dengan ketawa ngakak yang keras tanpa dosa dan rasa bersalah
kepada Tiya. Entahlah, mungkin Tiya antara bete, kesel, dan geli juga ngeliat
dan jadi korban kelakuan teledor gue ini, ya walaupun awalnya gue ketawain, gue
tetep minta maaf dong sama Tiya, sambil masih ngakak juga, deng. Hehehehe.
Maafkan hamba ya, Tiya. :p
Oke, skip masalah tragedi ngetawain Tiya,
akhirnya pukul 14:30 kami tiba di basecamp
pendakian Gunung Prau. Sampe di sana, gue langsung ceritain tragedi
ninggalin Tiya tadi ke Eres, dan alhasil dia juga ikutan ketawa kenceng kayak
gue, lumayan gue ada temennya buat ngetawain Tiya. Buahaha. Puas ngetawain Tiya
dan Tiya udah kenyang di-bully (yang
salah siapa, yang di-bully siapa..),
kami bertiga pun langsung mencari warung untuk beristirahat sedangkan Hanafi
lanjut untuk melakukan regristrasi pendaki di basecamp. Setelah Hanafi selesai urusan regristrasi, kami berempat
pun akhirnya memilih untuk beristirahat dan makan siang dulu sebelum mendaki.
Setelah perut kenyang dan hati senang, kami pun siap untuk memulai petualangan
kami di Gunung Prau! Cihuy! :D
Pendakian dimulai
dengan menaiki tangga-tangga buatan manusia untuk berjalan menuju ke lereng
Gunung Prau. Anak tangganya lumayan banyak dan naik lumayan tinggi, di situ gue
masih aman-aman aja napasnya, karena menurut gue jalanannya masih biasa-biasa
aja. Nah, begitu sampe di lereng Gunung Praunya ini nih, tanjakan mulai banyak,
mana tanahnya nggak padat kaya di Bukit Sikunir atau Gunung Andong lagi, karena
musim kemarau jadi berpasir gitu deh jalannya yang kalo jalan dikit aja debu
bertebaran di mana-mana, men. Petualangan gue benar-benar dimulai saat itu. Dan
lagi-lagi, masalah mendaki gunung, tetep gue yang paling payah pernapasan dan
staminanya. Nggak tahu kenapa, tiap mendaki tanjakan dikit, napas gue cepet
banget abisnya, ngerasa kalo napas gue itu pendek banget dan stamina gue nggak
sebagus waktu dulu masih basket, pokoknya gue bener-bener payah bangetlah kalo
yang namanya mendaki gunung, dan gue adalah orang yang paling sering minta
istirahat saking sering habisnya napas gue, nggak di Sikunir, di Gunung Andong,
lalu kali ini di Gunung Prau. Kadang nggak enak juga sama yang lainnya yang
masih kuat jalan dan mendaki sedangkan guenya minta istirahat terus, sekalinya
dipaksa buat kuat jalan terus, gue udah ngerasa kayak mau mati dan muka gue
katanya merah banget saking maksanya gue. Ya pada akhirnya pada mau maklumin
gue yang sedikit-sedikit minta istirahat, mungkin karena gue punya asma jadi
pernapasan gue nggak sebagus sahabat-sahabat gue yang lain yang nggak punya
asma. Dan daripada gue makin nggak enak sama mereka, yaudah gue selalu
menguatkan badan gue dengan ngemil gula jawa yang berfungsi buat nambah
kekuatan dan cara ini memang selalu berhasil sih buat gue, gula jawa emang
ampuh banget buat gue.
Pendakian ke puncak
Gunung Prau ini benar-benar beda dari pengalaman gue yang sebelum-sebelumnya.
Jalur pendakiannya bisa dikatakan lebih susah daripada Bukit Sikunir ataupun di
Gunung Andong, ditambah tanahnya enggak padat melainkan berpasir yang bikin muka
makin kumal, baju, sepatu, dan perlengkapan makin kotor, bikin mata perih
karena pasirnya masuk ke mata, selain itu tanjakan menuju puncak itu banyak
banget yang amat sangat terjal dan benar-benar menguras tenaga buat mendakinya.
Selain tanjakannya terjal, tanjakan menuju puncak Gunung Prau itu benar-benar
ekstrim, ada tanjakannya yang benar-benar vertikal 90º, jadi kebayang nggak tuh
susah payahnya kita mendaki, dan itu nggak cuma satu tanjakan aja yang 90º,
tapi banyak, sekitar ada 3 atau 4 tanjakan gitu. Dan mendaki Gunung Prau itu
benar-benar udah nggak keliatan lagi bentukannya kami saking kotornya badan
kami akibat bergumul dengan pasir-pasir di sana. Luar biasa capeknya mendaki
Gunung Prau ini, tapi semangat gue mendaki nggak mudah hilang gitu aja karena
setiap gue membalikkan badan gue, pemandangan yang gue lihat itu benar-benar
memanjakan mata gue, indaaaaah banget dan berhasil bikin gue terdiam dan
berdecak kagum ke Tuhan melihat keindahan ciptaan-Nya yang luar biasa.
Pemandangan desa Dieng sangat terpampang jelas di depan mata gue, pemandangan
yang benar-benar bikin gue menarik napas sangat panjang saking indahnya apa
yang gue lihat. Hanafi dan Eres pun menyemangati kalo pemandangan bakal lebih
indah kalo kita udah sampe puncak, maka dari itu semangat gue untuk sampe
puncak bukannya menghilang tapi semakin menjadi-jadi. Gue udah nggak sabar
untuk menikmati pemandangan desa Dieng dari puncak Gunung Prau. Huh-hah!
Akhirnya, pukul 17:30
kami berempat sampai di puncak Gunung Prau, gue seneeeenggg banget! Akhirnya
setelah 2,5 jam pendakian kami nyampe juga di puncak Gunung Prau, akhirnya
berhasil melawan semua rasa lelah dan semua halang rintang yang ditemui selama
pendakian menuju puncak. Benar-benar puas banget dan rasanya pengin teriak
saking senengnya gue, pengin juga guling-guling di sana, tapi karena tanahnya
pasir gitu, gue mengurungkan niat. Hahaha. Setelah menikmati pemandangan
sebentar, kami berempat pun langsung mencari tempat untuk mendirikan tenda
kami. Saat kami berempat sibuk mendirikan tenda, saat itulah momen sunset terjadi, sayang banget kami
berempat nggak bisa melihat dan mengabadikannya karena kami lebih memilih untuk
mendirikan tenda agar nggak terlalu gelap dan masih bisa keliahatan jelas waktu
mendirikannya, padahal kata para pendaki lainnya yang udah sampe di puncak
duluan, sunset sore itu indah banget
dan beda dari biasanya, sayang banget kalo dilewatkan. Tapi, ah yasudahlah yang
penting kami berempat bisa cepat beristirahat di dalam tenda karena udara udah
semakin dingin ditambah angin di puncak itu kenceng banget yang akhirnya
berhasil bikin alergi dingin gue kambuh. Langsung deh badan gue bentol-bentol
merah gatel nggak karuan, jari-jari tangan, kaki, dan muka gue mulai
membengkak. Tapi ya gue nikmatin ajalah, udah biasa juga alergi ini kambuh kan,
kalo gatel yang tinggal gue garuk-garuk aja. Hahaha. Dan akhirnya tenda kami
pun selesai didirikan, barang-barang mulai dimasukkan dan dirapikan ke dalam
tenda dan segera deh kami berempat langsung istirahat di dalamnya. Malam itu
pun kami habiskan dengan ngobrol ngalor ngidul berempat di dalam tenda. Sekitar
pukul 20:00 pun Eres dan udah ngantuk dan tidur duluan, sedangkan gue dan Tiya
bengong bingung mau ngapain karena mata masih seger dan belum ngantuk sama
sekali. Yaudah deh, di saat Eres dan Hanafi tidur, gue sama Tiya melewati malam
dengan ngobrol berdua dan kadang-kadang malah nyanyi nggak jelas gangguin Eres
dan Hanafi yang lagi tidur. Asyik-asyik ngobrol, tiba-tiba gue dapet panggilan
alam, yaudah deh mau nggak mau harus keluar dan nyari tempat buang air kecil
alami, alias di belakang semak-semak atau pohon-pohon yang ada di puncak
gunung. Gue dan Tiya langsung keluar tenda dan dinginnyaaaaaa, melebihi dingin
hati yang terluka *apeu*, ditambah angin malam itu kenceng banget, jadi
dinginnya gila-gilaan, baru berapa menit di luar, badan rasanya udah beku
banget. Jadi harus terus bergerak biar badannya hangat.
Bermodalkan senter dan tissue basah, gue sama Tiya pun mencari
tempat untuk buang air kecil. Harus benar-benar waspada karena kita buang air
kecil di alam terbuka dan kalo nggak dapet tempat yang pas bisa-bisa diliatin
orang. Hahaha. Yaudah deh, kita berdua langsung buang air kecil di antara
semak-semak, sensasinya buang air kecil di alam terbuka memang asyik, gaes.
Hahaha. Setelah gue sama Tiya tuntas melaksanakan panggilan alam, tiba-tiba
kami baru tersadar kalau langit di puncak gunung itu indaaaahhh banget,
benar-benar indah sampe gue nggak bisa napas saking kagumnya gue, bagus banget
dan baru kali ini gue bisa melihat milky
way dengan mata kepala gue sendiri, walaupun milky way malem itu semburat tipis, tapi keindahannya benar-benar
bikin gue berdecak kagum ditambah gue ngelihat bintang jatuh sebanyak 2 kali.
Ada tuh kira-kira 15 menitan gue sama Tiya berdiri menikmati pemandangan langit
malem itu, gue langsung tersadar, betapa luar biasanya ciptaan Tuhan ini dan
betapa kecilnya gue sama kayak bintang-bintang yang gue pandangi saat itu,
pujian gue buat Tuhan langsung mengalir begitu aja tanpa adanya rencana, kagum
bangetlah dan bikin sadar bahwa gue ini bukan siapa-siapa kalo bukan karena
kekuatan Tuhan. Malem yang luar biasa waktu itu, dan terpaksa harus balik ke
tenda karena dinginnya semakin menjadi-jadi saat itu dan akhirnya gue mencoba
untuk ikutan tidur daripada nggak tahu mau ngapain. Tidur gue lumayan nyenyak
sampe pas pukul 23:00, gue dibangunin Eres untuk makan malem dulu, mengingat
setelah sampe puncak kita belum makan apa-apa. Yaudah deh pada ngeluarin bekal
dan makan bareng-bareng sambil ngobrol. Selesai makan, kami bertiga malah jadi
nggak bisa tidur lagi, kecuali Hanafi yang bisa lanjut tidur lagi. Ya maklum
sih kalo dia capek dan ngantuk, di antara kami berempat, Hanafi lah yang
membawa barang paling banyak, carrier 85
liter-nya penuh dengan barang bawaan untuk keperluan berkemah kami, sedangkan
kami bertiga hanya membawa tas ransel biasa yang isinya barang bawaan pribadi
aja. Yaudah deh, kami bertiga pun ngobrol ngalur ngidul lagi supaya ngantuk dan
tidur lagi. Tapi akhirnya malah bingung mau ngobrolin apa, jadi kami bertiga
beralih dengan nyanyi-nyanyi bareng di dalem tenda, dari lagunya Agnes Monica
sampe lagunya Tulus bahkan lagu-lagunya bule kami nyanyiin bertiga, nggak ada
hiburan, yaudah kami bertiga menghibur diri kami sendiri dong ya, dan kami
nyanyi-nyanyi nggak jelas gitu sampe pukul 02:00 dini hari, 2 jam nyanyi bareng
ternyata cukup bikin kami bertiga lelah dan abis itu tanpa sadar tepar
berjamaah dan berhasil tidur lagi. Udah enak tidur, nggak tahunya jam udah
menunjukkan pukul 05:00, kami berempat harus segera bangun kalo mau ngeliat sunrise pagi itu. Gue mager abis buat
bangun karena saking dinginnya udara di puncak Gunung Prau, tapi demi
mendapatkan sunrise, gue paksain diri
gue buat bangun dan pake baju hangat tambahan untuk menghangatkan badan gue. Begitu
keluar tenda langsung disambut sama angin kenceng buangeeetttt. Oke deh,
siap-siap alergi dingin gue kambuh lagi, dengan menggigil kedinginan gue pun
berjalan mengikuti teman-teman gue ke spot
yang bisa melihat sunrise dengan
jelas. Nunggu sunrise-nya berasa lama
banget kayak nunggu jodoh, mungkin karena gue kedinginan jadinya berasa lama,
angin pun makin nggak santai berhembusnya, makin kenceng dan bikin udara makin
dingin. Dan akhirnya yang dinanti pun datang, sunrise Gunung Prau, indaaahh banget, lebih indah daripada yang gue
lihat waktu di Sikunir, karena di Sikunir waktu itu mendung, dan lebih cantik
daripada di Gunung Andong. Tanpa komando pun gue langsung keluarin HP gue buat
mengabadikan keindahan ciptaan Tuhan itu, dan akhirnya sesi foto-foto pun
dimulai.
Beda dari biasanya,
untuk kali ini gue mager banget buat foto-foto karena anginnya nggak berhenti
berhembus. Matahari udah tinggi pun udara tetep kerasanya dingin banget, bikin
badan gue terus menggigil dan mager ngapa-ngapain. Ya tetep foto-foto sih, tapi
muka gue nggak ada yang kekontrol, semua foto-foto gue mukanya nggak nyantai
gara-gara kedinginan. Hahaha.
Kame-kamehaaaa tenaga suryaaaaaaa~~ |
Muka-muka kedinginan |
Nungguin sunrise niihhh. |
Kado ultah buat DenSu! :D |
Abaikan komuk gueh. |
kwek-kweeeekkkk~ |
Apalah iniii. Hahaha. |
Uwww tayaaaanggg-tayaaaanggggg.... |
Udah puas foto-foto dan
sarapan di tenda, pukul 11:00 kami pun beres-beres barang bawaan dan turun
gunung. Waktu turun gunung nih yang seru, udah mataharinya terik,
pasir-pasirnya bertebaran nggak karuan tiap kami melangkah, badan dan
barang-barang makin kotor kena pasir ditambah medannya yang susah banget untuk
turun. Turunan 90º yang bikin kami harus terus berhati-hati biar nggak
menggelinding ke jurang, serem banget deh waktu turunnya tuh, harus benar-benar
pelan dan waspada banget, salah langkah dikit bisa-bisa kita nyusruk ke bawah.
Gue malah senang sih pas turun gunung, karena bisa lari-lari dan nggak secapek
waktu naik gunung. Hahaha. Karena tahu tehnik gimana turun gunung yang benar
itu gimana, jadi gue nggak takut buat lari turun gunung, beda sama Tiya yang
berkali-kali jatuh dan harus dibantuin Hanafi buat ambil langkah. Tapi Hanafi
mau bantu kalo Tiya udah jatuh duluan, jadi dia terhibur dulu ngeliat Tiya
jatuh, baru bantuin Tiya. Memang ya, pertemanan zaman sekarang itu emang parah.
Hahaha. Singkat cerita, kami udah nyampe basecamp
pendakian lagi sekitar pukul 13:30. Di basecamp,
gue dan Tiya memilih istirahat rebahan di sana, sedangkan Hanafi dan Eres
memilih untuk mandi dan beli oleh-oleh terlebih dahulu. Pukul 14:00 kami
benar-benar selesai dengan semua urusan kami dan langsung cus pulang ke
Semarang.
Nah, saat perjalanan
pulang ke Semarang nih, gue pisah sama Hanafi, karena waktu itu yang
mengendarai motor Tiya karena pengin gantian sama gue. Yaudah deh, bermodalkan feeling dan palang-palang penunjuk arah
gue sama Tiya pulang ke Semarang, ya karena biasanya tinggal ngikutin Hanafi,
sekarang harus berjuang sendiri mencari arah jalan pulang karena kami terpisah
waktu udah nyampe di alun-alun Wonosobo. Nah waktu giliran Tiya yang
mengendarai motor ini nih, gantian gue yang olah raga jantung. Kalo di blog-nya
Tiya dia bilang setiran gue ekstrim, FYI aja
bahwa sesungguhnya setirannya Tiya yang lebih ekstrim dibandingkan gue. Gimana
nggak ekstrim kalo dia hobinya nyalip pas di tikungan sampe-sampe hampir nabrak
mobil, nyalip nggak nyantai dan nggak main feeling,
belok seenak jidat nggak ngeliat arah berlawanan rame banget sama
kendaraan. Gitu dia bilang setiran gue lebih ekstrim disbanding dia? Cih.
Hahaha. Puji Tuhan walaupun setirannya dia ekstrim, tapi kami sampe di rumah
Eres dengan sehat walafiat sekitar pukul 18:00. Gue masih shock dengan cara mengendarainya Tiya terus jadi bahagia banget
waktu udah nyampe rumahnya Eres, akhirnya selamat dan bisa ngerebahin punggung
bentar karena udah 4 jam duduk tegang. Trip
kami hari itupun berakhir deh. Puas banget bisa nge-trip bareng lagi dan bisa menghabiskan waktu bersama. Puas karena
semakin banyak kenangan, cerita, dan pengalaman yang kami dapat, yang bisa
mempererat persahabatan kami. Gue bahagia bisa melalui hari-hari dengan hal
yang berkualitas kayak gini. Hehe.
Wow, nggak kerasa gue
udah cerita sepanjang ini ya? Yaudah deh, sampe di sini dulu gue ceritanya biar
pada nggak bosen bacanya. Kurang lebih seperti itulah cerita pengalaman gue
yang mendaki Gunung Prau. Belum ada rencana untuk trip selanjutnya, tapi kalo ada, gue pasti cerita di sini! Hehehe.
Kalo kalian adakah
pengalaman mendaki gunung seperti gue gini? Kalo ada share di comment box gue
ya!
Thanks
for reading, guys! And Godblessya all!
Yeay! |
Pictures by : My Documents
Next trip pendakian nih. Belum kesampaian ke Prau. Baru candi2 di Dieng aja :)
BalasHapusSemangat, Kak! Keren banget tempatnya. :D
Hapusgunung prau memang cakeeep! main kesana aah~
BalasHapusBener banget kaaaaakk! :D
Hapus
BalasHapus-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
NONTON STREAMING ONLINE
NONTON STREAMING ONLINE FILM TERBARU UPDATE
NONTON STREAMING FILM BARU TAYANG 2016