|
Credit: Pixabay |
Hai, halo apa kabar~
Nggak kerasa pandemi koronces udah setahun ya dan kondisi masih gini-gini aja, masih banyak keterbatasan, dan membuat blog saya hampa tulisan karena selama satu tahun juga saya nggak ke mana-mana apalagi nonton konser. Padahal saya lebih sering cerita tentang konser atau musik di sini. Huhu.
Satu tahun nggak pergi jauh ke mana pun dan sama sekali tidak nonton konser offline ternyata rasanya cukup bikin stres, memang ada konser online, tapi tentu sensasinya beda banget dong, ya. Apalagi kalo konser online, saya nggak bisa main ke backstage nemuin Abang Tulus atau Mas Kunto Aji abis manggung buat menyapa bentar. Gile, kebiasaan itu mendadak hilang di tahun 2020 dan saya kangen banget sama mereka.
Stres karena hiburan utama saya berkurang drastis, akhirnya saya mencari hiburan lain dan pilihan itu jatuh ke drama Korea. WKWKWK.
Di postingan blog sebelumnya yang bahkan untuk pertama kalinya saya nge-review drama Korea udah sempet cerita kalo dulunya saya bukan fans drama Korea, tapi yaudah saya ceritain lagi di sini dikit deh, ya.
Sebelum pandemi, Bulan bukan seorang fans drama Korea atau serial Barat ber-
season-season sebenernya. Karena dulu emang nggak banyak waktu luang buat nonton serial dan merasa film udah cukup buat jadi hiburan saya. Satu-satunya serial yang saya ikutin banget dulu adalah Game of Thrones, itu pun karena diracuni sahabat sendiri.
Sepanjang pandemi memang jadi banyak banget waktu luang dan bikin saya mengulik drama Korea karena lagi bosen sama tayangan-tayangan Barat dan pengin mencoba hal yang baru.
Nyemplung ke dunia perdrakoran juga sebenernya nggak sengaja, awalnya cuma gara-gara penasaran sama satu drama Korea yang informasinya lengkap dikirim oleh Netflix ke saya sebagai Pers Rilis. Setelah nonton itu, lho he, lho he, kok jadi suka dan keterusan lalu ketagihan drama Korea nich, di situlah bibit candu dan cinta ke drama Korea tumbuh. Atuhlah.
Dulu selain memang nggak punya banyak waktu luang buat nontonin tayangan banyak episode, saya dulu masih menganggap drama Korea banyakan cerita yang menye-menye doang, cuma nyeritain kisah cinta dan dengan para cast yang too good to be true alias enggak relate sama kenyataan, dan membosankan. Anggapan ini muncul pas pertama kali nonton drakor pas zaman SMA sekitar tahun 2011 (yah keliatan tuanya) ternyata cringe-nya sampe ke tulang-tulang, saya agak lupa judulnya apa, nontonnya juga iseng karena ada di Indosiar waktu itu. Ditambah pas rame zaman Boys Before Flower (BBF) itu juga aduh deh. Hahaha.
Tapi anggapan itu akhirnya patah pas 2019 iseng nontonin drama Korea yang judulnya SKY Castle, dari situ saya sadar kalo ternyata bisa juga ya drama Korea ngangkat isu yang sensitif, nggak ada love line-nya tapi tetep bagus banget pas ditonton. Kayaknya drama Korea udah banyak berkembang dan genre-nya sudah beragam. Tapi setelah SKY Castle saya tetep berhenti dan nggak nyari-nyari drama Korea yang lain lagi.
Lalu Maret 2020, pandemi outbreak, kemudian tiba-tiba Netflix jadi sering banget ngirimin Pers Rilis ke e-mail saya yang bahas tayangan-tayangannya, akhirnya bikin saya bener-bener nyemplung ke perdrakoran. Setelah Netflix, ditambah Viu yang juga ikutan sering kirim Pers Rilis tayangannya. Saya yang awalnya nggak tahu apa-apa soal drama Korea, gimana update-update-nya, sekarang jadi orang yang lumayan paham banget. Bulan depan drakor apa yang rilis, siapa aktor-aktor yang ada project, tayangan-tayangan apa yang rame dibicarain dan lain-lain.
YA, TERIMA KASIH NETFLIX DAN VIU! Tanpamu aku hanyalah fans drama Korea jalur Pandemi yang mungkin ga bakal paham sama dunia ini. WKWKW.
Alhasil selama setahun, udah puluhan drama Korea yang saya tonton dong. Sungguhlah sebuah pencapaian yang nggak bisa dibanggakan sebenernya.
Dan puluhan drama itu biasanya saya pilih sesuka hati saya, nyari-nyari yang episodenya sudah komplit, nyari drama lain dari aktor yang lagi saya suka, enggak terlalu ngikutin yang hype, karena kadang suka udah kena spoiler karena saya nontonnya marathon dan bukan tipe yang suka nonton on going. Karena terbiasa dengan selera tontonan film saya, akhirnya kebawa ke drama Korea juga. Jadi saya selalu mencari drama-drama thriller, crime, family, atau tentang slice of life. Genre romantis tidak pernah menjadi yang pilihan teratas untuk daftar tontonan saya.
Nah, puluhan drama yang saya tonton akan saya bikin daftar dan review singkatnya di sini, mengingat sudah satu tahun nggak nonton konser dan bikin blog saya kosong melompong. Jadi I brace myself untuk mengisi blog ini ke depannya dengan tulisan yang ngebahas drama Korea teroooooos.
Hadeh, kepanjangan prolog, ya. Yaudah yuk mulai apa aja drakor-drakor yang udah saya tonton selama setaun ke belakang ini, semoga saya bisa mengingat-ingat urutannya apa aja ya~
1. Hospital Playlist
|
Credit: Soompi |
Yaaas, ini drama Korea pertama yang saya tonton di tahun 2020. Berawal dari baca Pers Rilis-nya Netflix yang bikin saya penasaran banget sama Hospital Playlist.
Karena penasaran akhirnya saya iseng-iseng deh nyoba nonton ini. Penasaran itu ke-trigger dari sinopsis singkatnya yang menuliskan "Hospital Playlist menceritakan tentang kehidupan 5 dokter yang sudah bersahabat selama 20 tahun, bagaimana kehidupan sehari-hari mereka di dalam maupun di rumah sakit".
Waw, kepo dong saya gimana kehidupan seorang dokter kalo diceritakan melalui drama, apakah tetap bakal sempurna dan skillfull seperti tayangan-tayangan pada umumnya?
Setelah saya tonton.....
Waaaa gileee, saya suka banget sih ini dramaaaa. Kembali mematahkan anggapan saya soal drama Korea yang menye-menye dan cringe. Ini Hospital Playlist menurut saya bagus banget sih, dari story line-nya, plot twist-plot twist yang nggak lebay, sampe ke akting para cast-nya. Drama ini bikin saya sayang banget sama 5 orang sahabat ini yang punya nama Geng 99' ini. Genre drama ini slice of life, semua topik dan hal yang diceritakan di Hospital Playlist pun relate semua. Bahkan menampilkan sisi manusia seorang dokter dengan memperlihatkan mereka dokter aja masih makan mi instan, masih ada yang ngerokok, dan minum-minum sampe mabuk ketika libur dari tugasnya. Selain itu, Hospital Playlist ini sungguhlah heartwarming sekali.
Ditambah setelah saya tahu gimana totalitasnya tim produksi nyiapin dan menyelesaikan drama ini. Totalitasnya para pemeran utama yang kedapetan peran yang memiliki kemampuan memainkan alat musik, mereka mau belajar dari nol kecuali Jo Jung Suk yang emang udah bisa main gitar.
Salut sekali mereka mau belajar alat musik masing-masing demi drama ini. Jadi setiap ada scene mereka main musik ngeband bareng, itu beneran mereka yang main, bukan dubbing dari orang lain.
Bahkan sejak Season 1 sampe menjelang Season 2 yang belum ada kabar terbarunya lagi, tim produksi terus ngasih penonton konten-konten yang berhubungan dengan Hospital Playlist biar penonton menunggu Season 2-nya nggak berasa.
Mungkin buat orang yang nggak suka genre slice of life agak kurang suka sama Hospital Playlist. Karena ya di sini ceritanya lumayan lamban, banyak omongnya juga, dengan durasi yang terbilang panjang untuk drama. Kalo saya suka banget, karena banyak pelajaran hidup yang bisa saya ambil dari drama ini. Saking cintanya sama drama ini, saya sampe nonton tiga kali. Wkwk.
Dari Hospital Playlist, saya juga jadi punya aktor Korea favorit pertama saya, Jo Jung Suk sebagai Lee Ik Jun di drama ini telah memikat hatikuw~ uwu~ uwu~
Rate yang saya beri 150/100. Kok segitu? Ya suka-suka sayalah. Ehe.
2. Reply 1988
|
Credit: TribunWiki |
Setelah amazed banget sama Hospital Playlist, saya jadi terdorong untuk nonton drama Korea lainnya lagi dan berharap menemukan yang bagusnya juga sama.
Lalu ada teman yang notice saya tiba-tiba nonton drama Korea, kemudian ngasih rekomendasi tontonan selanjutnya. Karena saya habis nonton Hospital Playlist, dia menyarankan saya untuk nontonin drama karya Sutradara Shin Won Ho lainnya yang juga nggak kalah bagusnya. Dia pun kasih saya rekomendasi Prison Playbook yang tayang tahun 2017 dan Reply 1988 yang tayang tahun 2015.
Saya kemudian mencari info tentang keduanya dan memilih nonton Reply 1988 duluan baru selanjutnya Prison Playbook. Pas juga saya tertarik sama Reply 1988 itu karena pas itu momen-momennya drama ini sering jadi trending di Twitter. Jadilah saya makin penasaran karena banyak yang bilang Reply 1988 ini masterpiece banget.
Reply 1988 juga mengusung genre slice of life, untuk drama ini menceritakan kehidupan 5 sahabat yang tumbuh besar bersama di lingkungan yang sama di era 80an akhir menjelang 90-an. Yap, mereka adalah para tetangga yang kemudian menjadi sahabat yang lekat kayak keluarga.
Menurut saya, Reply 1988 ini berhasil banget menceritakan perkembangan remaja yang tumbuh di era itu, manisnya persahabatan mereka yang hidup tanpa gadget dan internet, menceritakan sisi lain orang tua dalam membesarkan anak-anaknya. Menceritakan sisi anak yang tumbuh dengan orang tua masing-masing yang punya karakter yang berbeda.
Saya paling lemah drama yang menceritakan tentang keluarga dan Reply 1988 ini tiap episodenya mengandung bawang banget semua, kayaknya ada aja topik keluarga yang bikin saya nangis sesenggukan.
Keren banget cara menceritakannya, kalo mau memahami sebuah keluarga, perlu banget nonton ini karena elu bakal dikasih tau pemikiran dari sudut pandang yang beragam, dan ini akan membuat lu lebih menghargai orang-orang yang lu sayang sih.
Hanya, untuk nonton ini juga harus sabar karena development ceritanya juga lambat dan durasinya juga panjang ditambah episodenya banyak, Reply 1988 ada 20 episode.
Karena saya punya formula minimal nonton tiga episode sampe lima episode dulu baru bisa menilai bagus apa enggaknya sebuah drama atau serial, jadinya saya sabar dan akhirnya menemukan drama ini seru banget setelah episode kelima. Reply 1988 ini awalnya emang membosankan banget menurut saya, tapi bertahanlah, maka elu nggak akan menyesal menyelesaikan drama ini sampai habis.
Ya kocak juga sih kalo baru episode pertama aja lu udah bosen atau menilai sebuah drama itu jele. Menurut saya, episode-episode awal memang buat untuk pengenalan karakter dulu dan mulai membangun jalan ceritanya sampai ke konflik yang diinginkan penulisnya. Gitu, yeorobun.
Saya suka banget sih sama Reply 1988, tapi saya lupa apa saya rewatch lagi apa enggak ini drama. Haha. Kayaknya enggak karena kepentok episode yang banyak banget dan durasinya panjang itu.
Sebenarnya Reply ada seriesnya yang lain yaitu Reply 1994, dan Reply 1997, tapi karena menurut teman saya paling terbaik adalah Reply 1988, untuk saat ini saya baru nonton satu itu dulu dan belum tertarik nyoba series yang lainnya.
Rate yang saya kasih 85/100.
3. Prison Playbook
Setelah Reply 1988, saya melanjutkan karya sutradara Shin Won Ho yang lainnya, yaitu Prison Playbook.
Di awal-awal lihat posternya, saya ngira ini drama bakal serius banget dan menceritakan kelamnya kehidupan di dalam penjara. Tapi ternyata enggak, yang ada saya banyak ketawa dan merasakan hati juga menghangat nonton Prison Playbook ini. Mereka mengusung dark comedy yang memang kadang getir juga untuk ditertawakan tapi ya begitulah adanya. Prison Playbook mengajari saya menertawakan keburukan yang terjadi di dalam hidup. Hahaha.
Sama seperti Hospital Playlist dan Reply 1988 pola dramanya, tapi saya tetep suka banget sih sama drama ini. Drama genre slice of life yang saya suka banget lagi setelah Hospital Playlist. Menceritakan bagaimana kehidupan para tahanan di dalam penjara, intrik-intrik yang ada di dalamnya antara tahanan juga pejabat penjaranya, dan ya Prison Playbook ini seru banget juga menurut saya.
Buat saya, Prison Playbook ini seru banget! Banyak pelajaran yang juga bisa diambil di sini, lalu juga bikin ngakak terus sepanjang episodenya. Karena saya suka, saya nonton Prison Playbook dua kali. WKWKW.
Setelah menonton tiga karya dari sutradara Shin Won Ho, saya menyadari ada formula dan pola cerita yang mirip antara ketiganya tentang persahabatan, tentang keluarga, kehidupan mereka sehari-hari dan sisi manusianya sangat ditekankan sekali dari ketiga drama ini. Dan juga masing-masing drama ini punya ciri khasnya masing-masing, Reply 1988 ada background suara kambing, Prison Playbook dan Hospital Playlist juga ada tapi saya agak lupa suara apa itu.
Ditambah Shin PD ini suka sekali bekerja sama dengan aktor-aktor musikal dibandingkan aktor-aktor mainstream lainnya. Uniknya aktor-aktor di ketiga drama ini juga sering dijadiin cameo. Seperti ada banyak pemain Reply dan Prison Playbook yang jadi cameo di Hospital Playlist. Ada aktor Reply yang main juga di Hospital Playlist dan Prison Playbook. Gitu aja terus diputer-puter doang sama Shin PD, tapi ketiga drama ini tetap menarik banget semua. Favorit saya di antara ketiganya adalah Hospital Playlist. Heuheu.
Rate yang saya kasih untuk Prison Playbook 90/100.
4. Oh My Ghost!
|
Credit: Viu |
Saya mencoba drama Korea Oh My Ghost! ini karena saat itu lagi kesengsem banget sama Jo Jung Suk dan mulai ngulik-ngulik drama dia yang lainnya. Ternyata ada ini di Netflix, lanjut deh coba menonton tanpa lihat genrenya apa dan baca sinopsisnya.
Hahahaha. Sayang sekali saya sebel banget sama drama ini karena cringe dan nggak masuk akalnya bener-benerlah nggak bisa diterima banget buat saya. Ya iya sih, ternyata ini drama romantis-fantasi, tapi tetep aja nyebelin buat saya.
Ini ceritanya tentang arwah cewek arwah gentayangan yang bisa ngerasukin siapa aja, dan biar arwahnya bisa tenang, dia harus berhubungan seksual sama cowok yang auranya positif. Ketemulah satu cewek lagi yang ternyata bisa ngeliat roh halus dan rela dirasuki. Lama-lama ni dua cewek jadi sama-sama baper sama Jo Jung Suk.
APAAN SIH HIH. WKWKW.
Ada plot twist-nya juga, tapi kayak yang dipaksain aja gitu sih menurut saya.
Padahal di sini Jo Jung Suk ganteng dan aktingnya juga bagus. Cuma ceritanya aja sih yang rada nganu buat saya. Banyak hal yang bikin saya berkomentar "Yaaaa, kenapa nggak dari awal aja bambaaangg", sama "Apaan sih lu, geli banget deh". WKWKW.
Mianhae Jung Suk, saya suka kamu tapi dramanya enggak. Rewatch? Tentu saja tidak.
Rate yang saya kasih 60/100.
5. Hi Bye, Mama!
|
Credit: Netflix |
Kembali lagi dalam edisi Netflix meracuni saya melalui Pers Rilisnya. Mana ini Pers Rilisnya udah dikirim duluan sebelum yang Hospital Playlist.
Ya, saya kembali tertarik menonton karena sinopsis yang saya baca. Terlebih lagi Hi Bye, Mama! ini tentang keluarga dan pengalaman kehilangan seseorang yang dicinta.
Hi Bye, Mama! menceritakan seorang ibu yang sudah meninggal beberapa tahun diberi kesempatan hidup kembali di dunia selama 49 hari. Ketika dia hidup kembali, anaknya sudah cukup besar dan tidak mengenalinya, serta suaminya sudah menikah dengan wanita lain.
Agar bisa hidup lagi selamanya, sang ibu ini harus kembali hidup bersama suami dan anaknya. Tentunya ini jadi susah karena si suami udah menikah lagi, dan dia nggak tega memisahkan keduanya karena istri yang sekarang ini sayang banget sama laki-laki itu meskipun kadang keberadaan dia nggak dianggap karena si laki-laki belum move on dari kematian istri pertamanya.
Sebenarnya jalan ceritanya bagus dan cukup menyayat hati, akting para cast-nya juga juara semua, cuma saya merasa kesedihannya di drama ini too much, ya iya saya paham si laki-laki ini kehilangan orang yang sangat dia cintai dan sampe mental breakdown untuk menghadapi kehilangannya ini, ditambah dia harus merawat putri semata wayangnya setelah sang istri meninggal. Paham, paham, yang namanya kehillangan bukan sesuatu yang mudah disembuhkan. Tapi saya sebagai orang yang juga punya pengalaman yang hampir sama, rasanya kesedihan di dalam drama ini porsinya terlalu banyak.
Ditambah, menurut saya terlalu banyak juga hal yang diulur-ulur, padahal penyelesaian konfliknya bisa cepat, terlalu bertele-tele sampe ke pemecahan masalahnya. Yang ada nangis mulu, tapi solusi nggak dateng-dateng. Menurut saya, Hi, Bye Mama! ini lebih cocok dijadiin film sih daripada drama. Yang nggak setuju sama saya, ya nggak apa-apa juga sih.
Setelah saya coba cari info lebih lanjut soal Hi, Bye Mama! ini, ternyata penulisnya sama dengan drama Oh My Ghost!
Hadeh deh, hobi banget meromantisasi kematian deh writernim~
Rewatch? Enggak deh, makasih.
Rate yang saya kasih 65/100.
6. The Sound of Your Heart
|
Credit: AsianWiki |
Nah, kalo drama Korea yang satu ini saya milihnya bener-bener random sih. Cuma gara-gara muncul melulu di daftar rekomendasi Netflix saya dan ngeliat ada Kim Dae Myung yang main di Hospital Playlist, jadilah saya coba menontonnya tanpa cari info apapun soal drama ini.
Ternyata ini drama komedi. Lumayan sih bikin ketawa, tapi ketawa yang formalitas aja gitu ngeliat ada yang lucu, yuk ketawa yuk, gitu. Wkwkw. Bukan drama yang bikin ngakak sampe nangis apalagi sampe bikin perut sakit atau bikin terjungkal gitu.
Nggak tahu deh, emang dramanya aja yang biasa aja, atau selera humorku yang terganggu ini. WKWKW.
Saya aja nggak inget sinopsis atau drama ini nyeritain tentang apa saking nggak berkesannya drama ini buat saya. Hahaha. Mianhae.
Yaudah gitu doang sih. Rewatch? Duh mending rewatch Hospital Playlist puluhan kali, deh.
Rate yang saya kasih 70/100.
***
Waduh, baru bahas 6 drakor aja udah sepanjang ini, karena ada banyak drama yang saya suka sih di part 1 ini.
Selain itu juga seimbang juga ya, ada 3 yang saya suka banget, ada 3 yang nggak saya suka. Baiklah, nanti saya lanjutin tulisan tentang drama Korea apa saja yang saya tonton selama satu tahun pandemi ini di part-part selanjutnya, ya!
Untuk kali ini, saya bahas 6 drakor dulu. Okuuurr?
Thank you for reading and Godblessya all!
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan kata-kata yang baik, maka gue juga akan menanggapinya dengan baik. Terima kasih sudah membaca postingan gue dan blogwalking di sini. Terima kasih juga sudah berkomentar. Have a great day, guys! Godblessya!