Beda Menulis di Media Massa dengan di Blog, Apa Hayo?
Kolase/BookBaby Blog/Losta Institute |
Daaan, yaaap, terima kasih Warung Bloger yang sudah ngasih hukuman buat gue yang terlambat di sesi saling komentar blog kali ini.
Seenggaknya ada tulisan baru lagi di blog gue dan dikasih tema yang lumayan berfaedah.
Gue menulis tulisan ini setelah seharian penat di kantor dengan segala kepuyengan gue soal kerjaan, jadi maaf aja kalo ini tulisan nanti agak nggak rapi dan mungkin rada ngelantur. Huahaha.
Tapi gue seberusaha mungkin tetap sadar saat menulis ini *yaiyalah* dan tentunya serelevan mungkin dengan tema dan penjelasan gue nantinya.
Jadi, gue dikasih tema sama Om Andhika Kangen Band soal bedanya menulis buat di media massa dan di blog.
Beberapa orang dan para pembaca khilaf gue mungkin udah tahu kalo sekarang gue bekerja di sebuah media massa online sebagai reporter atau lebih gahulnya zaman sekarang disebutnya content writer.
Jadi, tentu ada perbedaan yang signifikan saat gue menulis di pekerjaan dan juga di blog gue pribadi.
Apa sih bedanya?
Nulis di Media
Wow, tentunya beda banget ya nulis di media dengan di blog sendiri. Di media, gue atau kita (teman-teman, atasan, perusahaan) berpegang teguh pada etika jurnalistik.
Setiap kita menulis, kita harus mengingat lagi etika-etika jurnalistik itu. Yang paling gampang dan selalu kita ingat itu adalah tulisan kita nggak boleh menyinggung SARA, porno, hoaks, dan berisi penuh dengan opini sang penulis.
Jadi, kebayang kan bagaimana kita hati-hatinya dalam menulis satu tulisan? Apalagi dalam satu hari untuk reporter kita ditargetkan menulis 11 tulisan dalam 8 jam kerja, untungnya sekarang target itu diturunkan menjadi 10 tulisan *oke sebuah perubahan yang nggak signifikan emang*.
Dalam menulis satu tulisan dan apabila itu soal peristiwa humanis, kita juga harus memikirkan dampak tulisan itu terhadap objek yang kita tulis, keluarganya, dan lingkungan sekitarnya. Jangan sampai kita mengekspos kehidupan mereka sedemikian rupa sampai bisa membuat hidup mereka nggak nyaman.
Gue pernah nulis satu tulisan dan nggak nyangka efek dan dampaknya luar biasa banget buat kehidupan anak itu. Tulisan gue viral dan kalo gue tengok lagi berapa jumlah pembacanya, itu udah mencapai lebih dari 100 ribu orang.
Padahal, kata editor gue, tulisan kita dikatakan viral itu kalo pembacanya udah mencapai 20 ribu orang.
Ingat Afi Nihaya Faradisa yang menggegerkan dunia maya dengan tulisan pemikirannya? Gue nggak mau sombong atau gimana gue juga nggak paham sih, itu anak gue yang memviralkan. He.
Mungkin para pembaca di sini pernah membaca berita tentang dia dan mungkin juga itu tulisan gue.
Kerasa kan dampaknya gimana setelah tulisan itu viral? Hidup seorang Afi berubah, banyak orang yang mengenalnya, banyak media yang mengundangnya untuk wawancara, namanya makin tenar, dan makin-makin ke sini dia malah banyak dapet musuh dan bully-an karena tulisannya.
Dan akhirnya gue malah nyesel memviralkan dia, kenapa? Karena setelah dia viral, tulisannya malah seolah kayak bukan tulisannya dia dan kalo gue perhatiin tingkah lakunya, ya walopun di media sosial doang sih, dia itu anaknya freak dan memang butuh atensi yang banyak.
Dampak yang luar biasa dan gue syok nggak nyangka sampe segitunya lho tulisan gue berpengaruh. Lo bisa kok googling tulisan gue soal Afi ini, karena memang yang muncul di page one Google itu adalah berita punya gue. Entah yang di Tribunnews.com maupun TribunWow.com atau Tribun manapun, itu tulisan gue semua.
Atau kalo mager ya ini deh link beritanya >>> http://wow.tribunnews.com/2017/05/17/tulisan-siswa-sma-soal-keberagaman-lagi-lagi-viral-di-dunia-maya-hingga-banjir-pujian
Jadi begitu, nulis di media harus amat sangat berhati-hati sekali. Orang gue udah berhati-hati dan menulis bener aja masih kepentok sama orang yang nggak terima diberitakan.
Bahkan gue tiga hari sampe diteror sama orang itu karena dia nggak terima beritanya nggak di take down. Well, yang berhak menurunkan berita itu bukan gue, tapi para atasan.
Dan ketika para atasan gue tahu berita gue itu bermasalah buat orang lain, tapi bagi mereka dan khususnya perusahaan nggak bermasalah, ya nggak bakal diturunin apalagi dihapus.
Tapi akhirnya ngalah beritanya di take down karena ini orang kayaknya nggak punya waktu lain selain sibuk mantengin TribunWow.com, neror semua media sosial gue dan begonya waktu itu bisa dapet nomor gue. Alhasil WhatsApp gue diteror juga, every single day. Capek deh.
Ya mana ada yang tahan sih hidupnya diteror, walaupun menurut atasan dan perusahaan berita itu bener, tapi hidup gue nggak nyaman karena berita itu, harus melakukan apalagi ya kan?
Maka di-take down-lah itu berita sesuai permintaan si netijen budiman maha benar ini. Wew.
Kalo kalian penasaran, bisa nih dibuka link-nya di sini hasil beritanya di take down, bukan dihapus dari CMS Newsroom yak >> http://wow.tribunnews.com/2017/11/29/kritik-barang-yang-dipesan-tidak-sampai-customer-ojek-online-ini-malah-diancam-akan-diperkosa
Ya intinya, kalo nulis di media itu harus bener-bener hati-hati bangeeeeet. Karena kita udah nggak bawa nama pribadi kita sendiri, tapi nama perusahaan juga.
Tak hanya harus berhati-hati, tapi juga menanggalkan segala opini kita dalam pemberitaan yang kita buat. Apalagi kalo yang isu-isu panas kayak politik dan pemerintahan. Sama sekali nggak boleh ada opini kita di situ.
Kita sebagai media harus netral. At least media tempat gue bernaung netral sih, entah ya untuk media lainnya.
Jadi intinya, menulis di media itu nggak sebebas lo nulis di blog pribadi sih. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, dipikirkan, dan yang paling penting adalah dikonfirmasi kebenarannya, jangan sampai berita yang lo tulis itu hoaks.
Kan malu ngasih berita ke orang-orang tapi bohong. Ya kan?
Selain itu, juga nggak bebas nentuin tema apa yang pengin lo tulis saat itu juga. Maksud hati ingin menulis atau mengulas berita Gigi Hadid putus sama Zayn Malik, tapi editor lo request hal lain, atau lo ada di desk yang bukan seleb.
Jadi nulis di media itu bukan menulis sesuatu yang lo pengin tulis, tapi sesuatu yang diinginkan oleh pembaca yang ingin membaca dan tentu aja topiknya yang harus up to date dengan apa yang terjadi sekarang ini.
Nulis di Blog
Yah, tinggal kebalikannya aja sih. Nulis di blog bisa sebebas apapun yang lo mau, walaupun tetap harus berhati-hati ya dalam beropini apalagi memberikan sebuah tanggapan kepada suatu instansi, seseorang, dan apapun itu yang tidak menyangkut diri lo sendiri.
Blog itu semacam tempat lo untuk berekspresi dan berkreasi sesuai apa yang lo mau dan inginkan.
Apa yang ada di benak lo dan pengin lo tulis, bisa lo lakukan di blog pribadi lo.
Tema apapun yang lo inginkan untuk ditulis ya dari diri lo sendiri, bukan dari atasan, atau permintaan dari pihak lain.
Kayak gue yang lagi galau atau sedih, gue akan mencurahkan seluruh isi hati gue di blog atau tumblr sampe gue bosen.
Mana mungkin kan gue menulis kegundahan hati gue di media tempat gue kerja. Yang ada di-kill sama editor gue nantinya.
Apalagi blog gue masih personal itungannya, jadi lo bisa menemukan sisi lain gue di blog, sisi gue yang beneran seorang Natalia Bulan Retno Palupi di blog gue ini.
Tapi jangan khawatir, kekuatan blog sekarang juga bisa sama kuatnya kayak media massa online ini kok.
Kalo tulisan lo bener-bener bagus, ya bisa juga itu tulisan bisa viral dan meraup ribuan pembaca.
Semua kembali lagi ke konten sih ya. Kalo gue nggak mengharapkan blog gue viral, wong isinya curhatan semua. Yang penting, gue punya media untuk mencurahkan perasaan gue.
Karena gue menulis untuk bisa jujur dengan diri sendiri. Gue menulis untuk bisa membuang semua yang mengganggu di benak dan otak gue.
Melepaskan semua keresahan yang berkecamuk di kepala. Karena, buat gue menulis itu terapi, menulis itu sebuah pengobatan untuk gue seorang introvert yang nggak bisa bercerita banyak ke orang-orang, sekali pun mereka orang-orang terdekat gue.
Buat gue, blog adalah cara lo mengenal gue lebih dalam dan dekat lagi di saat gue tidak bisa berkata-kata banyak dengan lo.
Karena, gue selalu lebih bisa jujur dan detail melalui tulisan dan bukan kata-kata langsung.
Jadi, apa yang pernah lo baca di blog ini, semuanya itu adalah pemikiran gue seutuhnya, sejujurnya, sesungguh-sungguhnya gue.
Intinya, blog adalah media berekspresi buat gue, sementara media massa online adalah tempat bekerja gue. Lo bisa menemukan sisi serius gue di kanal TribunWow.com, dan lo juga bisa menemukan sisi gue yang lain di blog ini atau Tumblr gue.
Jadi gimana, oke penjelasan gue? Paham atau malah suram? Huahaha.
Yaah, kurang lebih kayak gitu deh yang bisa gue jelasin dan yang ada di benak gue. Itu yang gue rasakan sekali saat menulis di media massa dan di blog pribadi gue.
Ini beda menulis di media massa dengan di blog menurut gue, ya.
Kalau ada yang mau berpendapat, berdiskusi, atau bertanya, boleh loh ramein kolom komentar gue. Atau mau yang lebih private via WhatsApp? Sini gue bisikin nomor hape gue. *lah murah* *modus*.
Nggak deng, gue terbuka untuk siapapun yang mau berdiskusi dengan gue. Monggo yaaaakk.
Terima kasih sudah mau membacanya, Godblessya all! :D
Halo Bulan salam kenal.
BalasHapusTerus nggak kepikiran untuk viralin blog aja dibanding nulis untuk media. Apalagi targetnya 10 tulisan per hari kan? Toh, blog juga udah banyak dilirik brand sebagai tempat iklan.
Halo me, salam kenal juga.
HapusNggak ada pikiran kayak gitu sih, kak. Karena emang dari awal punya blog cuma buat nyalurin hobi nulis aja, nggak ada hasrat lain. Heuheu.
Baru tahu mlh, klo viral standar jmlh pembacanya 20 rb orang doang,, pernh nulis artikel di hipwee yg jlh sharenya lbh dari 20 K, emnk viral dan di copas di beberapa website lain malahan
BalasHapusIya, kalo yang baca udah mencapai 20 ribu orang, itu udah termasuk viral. Sebenernya itu standar Tribun sih.
HapusWah saya blum pernah nulis kontent di media. Pasti ceritanya bakal berbeda yah.
BalasHapusBanyak tuntutan ya mba kalo di media
Sementara di Blog sendiri lebih bebas.
Kalo aku lebih suka menambah unsur komedi di tiap kontent ku.
Tapi pgn jg sih nulis di media :)
Coba aja, kak. Kan banyak juga media yang membuka tulisan pembaca bisa dimuat di portalnya. :)
HapusNggak ngebayanggin sehari 10 artikel. Bisa keriting otakku, Mbak.
BalasHapusJangan dibayangin kak, kamu nggak akan kuat. :D
Hapus"Melepaskan semua keresahan yang berkecamuk di kepala."
BalasHapusIni sepanjang ini resahnya mbak? 😂
Anyway, isinya bagus...enak dibaca dan informatif banget. Lumayan nih jadi dapet referensi buat upgrade skill 😎
Wkwk iya, resahnya sepanjang itu.
HapusTerima kasih sudah membaca. :)))
Setiap kita menulis, kita harus mengingat lagi etika-etika jurnalistik itu. Yang paling gampang dan selalu kita ingat itu adalah tulisan kita nggak boleh menyinggung SARA, porno, hoaks, dan berisi penuh dengan opini sang penulis.
BalasHapus#############################################################################
pernyataan ini menarik buat gua, sebagai kids jaman now yg juga nyemplung di sosmed berita Tribun pasti muncul terus di TL gua apalagi di line today. Lu ngomong soal etika jurnalistik yg gak SARA, porno dll tp di tribun sendiri juga masih banyak judul2 yg seksis, porno, SARA dan sangat klik bait. Gausah dikasih contoh lu pasti juga udah paham dan lulus mengenai perjudulan tribun. yg gua tanyain. pendapat lu sebagai jurnalis yg tulisannya dibaca banyak orang, soal judul2 perusahaan lu yg kaya gitu begimane dah? jangan blunder....
Apalagi lu bilang gak boleh hoaks dan beropini, padahal judul isi berita tribun kebanyakan cuma nyomot dr sosmed dan gak pake konfirmasi. lu sebagai jurnalis a.k.a konten writer gimana menyikapi hal itu? ini lu yg bilang sendiri ye.. gua cuma penasaran aja. kerjanya jurnalis tribun tuh begimana sebetulnya. dan ini bisa jadi kesempatan buat lu yg speak up sama haters tribun hahahaha kidding. tp sukses selalu dan terus menulis over all infomasinya bermanfaat.
BalasHapusLo ngajak diskusi tapi anonim. Aelah.
Hapus